OKNUM POLISI HAMILI GADIS

Nasib Oknum Polisi di Batam Aniaya Bidan Hingga Keguguran, Propam Pastikan Proses Etik Berjalan

Malang nasib bidan korban penganiayaan oknum polisi di Batam hingga keguguran. Propam Polda Kepri pastikan usut tuntas kasus ini.

TribunBatam.id/Bereslumbantobing
OKNUM POLISI DI BATAM - Keluarga bidan FM membawa salib di RS Bhayangkara Polda Kepri, Selasa (7/10/2025). Mereka meminta Brigpol YAAS (29), seorang oknum polisi di Batam diproses sesuai hukum yang berlaku. 

TRIBUNBATAM.id, BATAM – Proses penanganan kode etik terhadap seorang oknum polisi di Batam berinisial Brigpol YAAS (29) terus berjalan. 

Bahkan, saat ini oknum polisi di Batam itu berada di penempatan khusus (patsus) di Direktorat Tahahan dan Barang Bukti Polda Kepri.  

Sebagai informasi, oknum polisi di Batam itu diketahui menganiaya seorang bidan berinisial Fm.

Tak hanya mengalami kekerasan fisik, wanita berumur 28 tahun itu keguguran di RS Bhayangkara Polda Kepri, Selasa (7/10/2025).

Sang bayi telah dimakamkan secara adat istiadat oleh paguyuban wanita itu di Batam.

Bayi tersebut diberi nama 'Bhayangkara'.

Keluarga dan pengacara paguyuban dan pihak keluarga kemarin membawa salib untuk nisan kuburan anak tersebut. 

Melalai penasihat hukumnya, mereka telah membuat laporan ke Sentra Pelayanan Propam, Senin, (22/9) sekira pukul 11.30 WIB. 

Dalam Surat Penerimaan Pengaduan Propam Nomor SPSP2/41/IX/2025/Subbagyanduan korban menuliskan aduannya kepada Kabid Propam Polda Kepri.

Kapolda Kepri, Irjen Pol Asep Safrudin, , S.I.K., M.H melalui Kabid Propam Polda Kepri, Kombes Pol Eddwi Kurniyanto menegaskan pihaknya menangani kasus tersebut secara profesional dan sesuai prosedur. 

Ia memastikan bahwa anggota bersangkutan telah terbukti melakukan pelanggaran kode etik Polri.

"Untuk kode etik, sudah jelas Brigpol YAAS terbukti melanggar. Saya pastikan proses etiknya sudah berjalan dan dia sudah dikenai sanksi kode etik,” tegas Kombes Eddwi, Rabu (8/10/2025).

Sebagai langkah tegas terlapor sudah dipatsus. 

Menurutnya, proses etik terhadap Brigpol YAAS dilakukan secara paralel dengan proses pidana yang ditangani Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kepri.

"Proses pidananya tetap berjalan di krimum, terbukti atau tidak nanti diuji disana. Tapi untuk etik, itu sudah pasti, karena yang bersangkutan mengakui perbuatannya,” ujarnya.

Kombes Eddwi menjelaskan, Propam Polda Kepri telah melakukan serangkaian pemanggilan dan pemeriksaan saksi, termasuk terhadap korban FM.

Ia menegaskan pemeriksaan dilakukan secara manusiawi dan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) tanpa tekanan fisik maupun psikis.

Pemeriksaan ia pastikan dilakukan sesuai prosedur, mulai dari memanggil secara resmi dan menanyakan kondisi kesehatannya sebelum diperiksa.

"Kami tahu FM itu perempuan, kami paham betul kondisinya. Tidak mungkin kami melakukan kekerasan,” beber Eddwi merespons kondisi korban drop saat diperiksa Paminal sebelum dilarikan ke rumah sakit.

Eddwi menambahkan, apabila dalam proses pemeriksaan korban mengalami gangguan kesehatan, penyidik selalu mengarahkan untuk pemeriksaan medis terlebih dahulu.

"Kalau yang bersangkutan merasa tidak sehat, kami tunda dan bantu ke tim kesehatan. Tidak ada unsur paksaan,” katanya.

Selain menjalani pemeriksaan, Brigpol YAAS juga telah dikenakan tindakan Patsus (penempatan khusus) sebagai bagian dari sanksi disiplin internal.

"Dia sudah di patsus sambil menunggu proses hukum pidananya berjalan. Kami pastikan kami bekerja profesional dan tegas,” ujar Eddwi.

Menurutnya, kasus ini menjadi atensi langsung pimpinan Polda Kepri.

Propam Polda Kepri memastikan semua tahapan berjalan cepat agar ada kepastian hukum bagi semua pihak, baik korban maupun terlapor.

Kombes Eddwi juga mengakui bahwa kasus seperti ini menjadi ujian bagi institusi Polri.

Ia berharap masyarakat dan media memahami bahwa proses penegakan kode etik merupakan bagian dari upaya menjaga kehormatan lembaga.

"Ini kan aib internal, tapi bukan berarti kami menutup-nutupi. Proses tetap jalan, dan kami tidak melindungi siapa pun. Justru ini bentuk ketegasan kami,” tegasnya.

Eddwi menambahkan, pihaknya tidak alergi terhadap kritik publik dan liputan media.

"Bagi kami, kelemahan bukan untuk disembunyikan. Kelemahan justru bisa menjadi kekuatan untuk berbenah,” sebutnya.

Sebagai informasi tambahan, kasus penganiayaan yang melibatkan oknum polisi di Batam ini berawal ketika bidan itu berkenalan dengan terlapor pada awal 2024 di Sumatera Utara (Sumut). 

Brigpol YAAS disebut menjanjikan pernikahan.

Bahkan keluarga wanita dan oknum polisi di Batam sudah menyepakati pesta adat di Batam pada Juli 2025 dengan sinamot senilai Rp40 juta. 

Persiapan baju pernikahan hingga administrasi kedinasan juga telah dilakukan.

Namun, janji tinggal janji. Setelah korban hamil, bukannya mendapat pertanggungjawaban, ia justru mengalami penganiayaan. (TribunBatam.id/Bereslumbantobing)

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved