POLEMIK KANTOR LURAH DI SUKAJADI BATAM
Satpol PP Stop Sementara Pembangunan Kantor Lurah Sukajadi, Warga Siap Patungan Asal Lokasi Pindah
Kepala Satpol PP Batam, Imam Tohari menghentikan sementara pembangunan kantor Lurah Sukajadi yang mendapat penolakan warga.
Penulis: Pertanian Sitanggang | Editor: Septyan Mulia Rohman
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Tepuk tangan warga Perumahan Bukit Indah Sukajadi, Kecamatan Batam Kota pecah di aula RW Sukajadi pada Rabu (8/10/2205).
Itu setelah Kepala Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP Batam, Imam Tohari mengambil sikap menghentikan sementara seluruh aktivitas pembangunan kantor lurah di permukiman warga.
Warga sebelumnya menolak lokasi pembangunan kantor lurah dekat rumah mereka.
Selain mengaku tidak ada sosialisasi, kenyamanan dan privasi warga Perumahan Sukajadi terganggu jika kantor lurah di sana benar-benar terbangun di dalam kawasan hunian warga.
“Kami ambil langkah tegas, pembangunan dihentikan sementara. Saya akan laporkan langsung kondisi ini kepada pimpinan, termasuk Wali Kota Batam, untuk ditindaklanjuti,” tegas Imam Tohari ketika itu.
Sementara Kabid Prasarana Bangunan Gedung Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Kota Batam, Prijo Sapto Sutjahjo menjelaskan bahwa pembangunan dilakukan sesuai rencana dan kontrak yang telah ditandatangani.
“CKTR hanya pelaksana. Proyek ini sudah mengantongi izin dan melalui prosedur yang ditetapkan. Karena sudah terikat kontrak, pembangunan harus dilanjutkan,” jelas Prijo.
Namun pernyataan ini justru menimbulkan kecurigaan warga.
Mereka menilai ada kejanggalan dalam proses pengambilan keputusan, terutama karena minimnya komunikasi dan keterlibatan warga sejak tahap awal.
Warga juga menyoroti potensi dampak negatif dari pembangunan tersebut.
Mereka khawatir keberadaan kantor kelurahan di dalam perumahan elit akan menyebabkan lonjakan aktivitas masyarakat luar, masalah parkir, hingga meningkatnya risiko gangguan keamanan.
Perwakilan warga, Janter Pardosi, menegaskan bahwa mereka mendukung keberadaan kantor lurah sebagai pusat pelayanan masyarakat.
Namun, lokasi yang saat ini ditetapkan berada di jantung kawasan salah satu perumahan elite di Batam.
Mereka menilai, kondisi ini tidak sesuai dengan fungsi pelayanan publik.
“Kami bukan menolak Negara, kami menolak lokasi yang mengganggu kenyamanan dan privasi yang telah kami bayar mahal,” tegasnya.
Ia mengungkap jika warga rela membeli rumah dengan harga puluhan miliar Rupiah untuk mendapat ketenangan, termasuk privasinya terjaga.
Bukan lalu lintas keluar masuk untuk mengurus administrasi setiap hari.
Menurut Janter, pembangunan kantor lurah seharusnya mempertimbangkan aspek sosial, lingkungan, serta tata ruang.
Janter juga menyayangkan tidak adanya sosialisasi yang layak sebelum proyek berjalan.
Sebagai bentuk solusi, Janter bahkan menyampaikan kesiapan warga untuk turut membantu pembiayaan pembangunan di lokasi lain.
“Kalau anggaran Rp1,3 miliar tidak cukup, kami siap patungan. Kami juga siap tunjukkan lokasi alternatif yang lebih cocok dan tidak mengganggu warga,” sebutnya.
Sejak awal proyek ini bergulir, warga mengaku sudah menyuarakan penolakan.
Kini, warga berharap Pemerintah Kota (Pemko) Batam benar-benar mengevaluasi lokasi pembangunan kantor lurah.
Serta membuka ruang dialog untuk mencari solusi bersama.
“Kami hanya ingin keputusan yang adil dan masuk akal. Pelayanan publik itu penting, tapi tidak harus mengorbankan kenyamanan lingkungan,” pungkas Janter. (TribunBatam.id/Pertanian Sitanggang)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.