OKNUM POLISI HAMILI GADIS

Tangis Nenek Bhayangkara Pecah saat Kebumikan Sang Cucu di TPU Sei Temiang Batam

Isak tangis pecah saat pemakaman Bhayangkara, anak dari bidan berinisial Fm dengan oknum polisi di Batam di TPU Sei Temiang, Rabu (8/10) malam.

TribunBatam.id/Bereslumbantobing
PEMAKAMAN DI BATAM - Keluarga besar bidan berinisial Fm saat memakamkan 'Bhayangkara', anak hasil hubungan bidan dengan seorang oknum polisi di Batam berinisial Brigpol Yaas (29) di TPI Sei Temiang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Rabu (8/10/2025) malam. 

TRIBUNBATAM.id, BATAM – Seorang ibu terlihat menangis di depan kuburan di TPU Sei Temiang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Rabu (8/10/2025) malam.

Ia terlihat didampingi oleh sejumlah pria menuju tempat pemakaman umum di Batam itu.

Meski berusaha tegar, ditambah kondisi tubuh yang sebelumnya belum sehat betul, pertahanannya runtuh juga.

Tangisnya pecah bersama sejumlah perwakilan dan keluarga lainnya.

Wanita itu merupakan ibu dari Fm (28), seorang bidan yang mengalami keguguran setelah mengalami kekerasan oleh seorang oknum polisi di Batam berinisial Brigpol Yaas (29).

Janin yang dikandung anaknya itu gugur usai Fm mengalami pendarahan hebat.

Saat itu, ia menjalani pemeriksaan di ruang Paminal Polda Kepri, Senin (6/10).

Dari sana, Fm kemudian dibawa ke RS Bhayangkara Polda Kepri

Namun Tuhan punya rencana lain. 

“Dia ingin melihat anak ini dimakamkan,” ucap Rahmad, kakak kandung FM dengan suara bergetar.

Proses pemakaman Bhayangkara, nama anak itu berlangsung pilu.

Jenazah diangkut menggunakan peti.

Rangkaian pemakaman diiringi acara keagamaan. 

Lilin-lilin kecil menyala di sekeliling nisan.

Suara doa bercampur dengan tangis, melantun dalam bahasa daerah asal bidan itu, meyakini setiap janin yang telah memiliki organ lengkap sudah menjadi bagian utuh dari keluarga.

Pendeta Dr. Feri Aman Mendrofa, M. Th memimpin pemakaman itu, diikuti sekitar 50 orang warga STM OMEFA ( Orudua Mado Mendrofa, Talifuso Onombene’o ) kota Batam

Pemilihan nama 'Bhayangkara' bukan dipilih secara asal.

Bagi keluarga, nama itu adalah bentuk protes diam terhadap sang ayah biologis, Bripol YAAS yang berdinas di Polsek Sagulung

“Nama itu mengandung makna. Anak ini darah daging seorang Bhayangkara, tapi justru ibunya menderita karena perbuatannya. Maka kami beri nama itu sebagai doa dan juga sebagai peringatan,” tegas Leo Halawa, kuasa hukum keluarga yang juga keluarga FM. 

Leo menyampaikan pemakaman ini bukan sekadar upacara duka, tetapi simbol perjuangan menuntut keadilan sehingga tidak ada lagi korbam serupa. 

Sehari sebelum pemakaman, pemandangan memilukan terjadi di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kepri.

Rombongan keluarga FM mendatangi RS Bhayangkara, mereka membawa sebuah salib kayu kecil bertuliskan “Bhayangkara” ke rumah sakit.

Salib itu untuk batu nisan "Bhayangkara"(TribunBatam.id/Bereslumbantobing)

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved