40 Tahun Perang di Afganistan, Satu Daerah Ini Sangat Aman. Bahkan Penduduknya pun tak Tahu ISIS

Wilayah tersebut merupakan area terpencil sehingga penduduknya tidak pernah tersentuh dengan konflik yang berlangsung puluhan tahun di negara mereka.

AFP /Gohar Abbas
Foto ini diambil 10 Oktober 2017 menunjukkan suku Wakhi yang nomaden di Afghanistan. Sultan Belgium berdiri dengan cucunya di luar rumahnya, di Koridor Wakhan, Afghanistan. 

Baca: Salurkan Kreativitas Seleb Lokal, Telkomsel Luncurkan Star Up Project NSP for Selebgram di Batam

Baca: PATUT Berbangga, Alat Musik Indonesia Laris Manis di Amerika. Transaksinya Tembus Rp 20 M

Sedikit pengetahuan mereka tentang invasi Amerika Serikat atau kebangkitan kembali Taliban, terlebih terkait munculnya kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) yang telah membunuh dan melukai ratusan ribu orang di Afghanistan.

"Orang asing menyerang negara kami?" Shah bertanya seakan tak percaya mengenai AS dan sekutunya yang melawan Taliban pada 2001.

Foto ini diambil pada 8 Oktober 2017 menunjukan keluarga suku Wakhi di Koridor Wakhan, Afghanistan.
Foto ini diambil pada 8 Oktober 2017 menunjukan keluarga suku Wakhi di Koridor Wakhan, Afghanistan. (AFP/Gohar Abbas)

Wakhi dan koridor 

Koridor Wakhan dibangun pada abad 19 sebagai zona penyangga pada masa Great Game.

Sejak itu, Koridor Wakhan tidak pernah tersentuh pemerintahan manapun.

Great Game dikenal sebagai Bolshaya Igra yang merupakan perseteruan antara kerajaan Inggris dan Rusia di Asia Tengah.

Suku Wakhi, dikenal oleh Afghanistan sebagai Pamiris. Mereka membentuk sebagian besar populasi di koridor.

Mereka hidup nomaden dengan jumlah hanya 1.100 orang, yang tinggal terpisah di ujung utara.

Hidup mereka bebas dari kejahatan dan kekerasan. Sapi dan ternak lainnya menjadi alat barter untuk makanan dan pakaian dari beberapa pedagang yang mengunjungi daerah terpencil.

Baca: KPK Beberkan 1001 Cara Fredrich Yunadi Lindungi Setya Novanto, Termasuk Merekayasa Sakitnya

Jangankan internet atau ponsel, mereka tak pernah merasakan aliran listrik di rumah-rumah mereka.

Kadang-kadang mereka dapat menikmati siaran radio dari Rusia atau Afghanistan dan musik Iran juga populer. Namun, peluang semacam itu jarang terjadi.

Begitu baterai habis, mereka terdiam sampai para pedagang tiba lagi.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved