Kisah Kapolres Tanjab Barat Guntur Saputro Jadi Petugas Dadakan Pemakaman Jenazah Covid-19
Kapolres Tanjab Barat Guntur Saputro tak pernah membayangkan dirinya menjadi petugas pemakaman jenazah pasien Covid-19.
Kapolres sendiri memimpin pemakaman bersama dua orang pihak puskesmas, lalu 1 sopir ambulans, pihak keluarga dan ibu-ibu petugas kesehatan.
"Itu masuk APD rasanya panas dan nafas itu sesak. Ditambah cuaca panas. Masalah muncul, karena cangkul cuma dua, satunya patah. Sama-sama belum ada yang pernah menguburkan," kata Kapolres lagi.
Dalam kondisi cuaca panas ditambah memakai APD, lalu 10 menit pertama, dua orang petugas puskesmas berhenti dan begitu juga yang lainnya.
Pemakaman dilanjutkan dengan empat orang, yakni kapolres, ajudannya dan ibu-ibu tenaga kesehatan.
Sempat hendak menyerah
Kapolres sempat akan menyerah karena napas sesak dan panas membuat tubuh lemas. Semangatnya kembali terpompa karena persoalan kemanusiaan.
Kemudian dia melihat ibu-ibu petugas kesehatan yang terus bersemangat menguruk kuburan dengan tangan.
"Ibu-ibu itu tahan dan tidak panas. Mungkin dia sudah biasa memakai APD. Itulah yang buat Saya semangat. Dia bisa, saya harus bisa," kata Guntur dengan semangat.
Perjuangan menguburkan prosedur Covid-19 memang berat. Ia harus memakai masker ganda dan itulah yang membuat dirinya sesak napas.
Penurunan peti jenazah itu dibantu ibu-ibu. Mereka yang pegang tali, kata Guntur, dan ia serta ajudannya di bawah menyambut.
Meskipun bersusah payah untuk melakukan pemakaman, setelah dua jam, jenazah pun dikuburkan sesuai prosedur Covid-19 dan sesuai anjuran agama.
"Artinya semua sangat manusiawi dan pihak keluarga pun senang tidak ada yang keberatan," kata dia lagi.
Terkait pembacaan doa, Kapolres meminta ajudan yang memimpin doa. Sebab dia menyadari, meskipun dia sebagai atasan, kalau urusan agama, maka harus diserahkan kepada ahlinya.(km)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Ketika Kapolres dan Ajudannya Jadi Petugas Pemakaman Jenazah Covid-19