Jokowi Sentil Pasal Karet UU ITE, Ingatkan Polri Selektif Terima Laporan, SAFEnet: Masyarakat Takut
Indeks Demokrasi Indonesia 2020 menurut The Economist Intelligence Unit (EIU) hanya dapat skor 5,59 atau terendah selama belasan tahun terakhir
TRIBUNBATAM.id - Jokowi Sentil Pasal Karet UU ITE, Ingatkan Polri Selektif Terima Laporan, SAFEnet: Masyarakat Takut
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mendapat instruksi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi),
agar Polri selektif menanggapi laporan dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE).
Isu soal UU ITE muncul tak lama setelah ramai Jokowi meminta dirinya dikritik, namun dibalas satire sejumlah pihak.
Sekadar informasi koalisi masyarakat sipil melaporkan kurun 2016-2020 UU ITE dengan pasal karetnya telah
menimbulkan conviction rate atau tingkat penguhukuman 96,8 persen (744 perkara).
Sedangkan tingkat pemenjaraan dari aturan ini mencapai 88 persen (676 perkara).
Baca juga: Nuril, Terdakwa UU ITE yang Dilaporkan Atasannya Divonis Bebas
Kemudian Indeks Demokrasi Indonesia pada 2020 dilaporkan menurun.
Laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) mencatatkan Indonesia hanya mendapat skor 5,59 untuk kebebasan sipil.
Tak sedikit pihak yang menganggap penilaian ini merupakan perolehan terendah Indonesia dalam belasan tahun terakhir ini, terutama mengenai kebebasan sipil.
Sementara itu, saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021), Jokowi mewanti-wanti pasal karet atau pasal yang dapat diterjemahkan secara multitafsir.
"Saya minta kepada Kapolri agar jajarannya lebih selektif,
sekali lagi lebih selektif menyikapi dan menerima pelaporan pelanggaran Undang-Undang ITE," kata Jokowi.
"Hati-hati pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir,
harus diterjemahkan secara hati-hati, penuh dengan kehati-hatian," imbuhnya.
Baca juga: Jokowi Minta Dikritik, SAFEnet Sindir UU ITE: Masyarakat Ketakutan
Baca juga: VIDEO - Pemuda Ini Terancam UU ITE 6 Tahun Penjara, Sebut Brimob Kacung Cina
Baca juga: Dianggap Langgar UU ITE, Tara Basro dapat Dukungan dari Chef Renatta Moeloek dan Chef Arnold
Tak hanya itu, Jokowi meminta Polri untuk membuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal dalam UU ITE.
Kapolri pun diinstruksikan supaya meningkatkan pengawasan pelaksanaan UU tersebut secara lebih konsisten, akuntabel, dan berkeadilan.
Belakangan, kata Jokowi, UU ITE banyak digunakan masyarakat sebagai rujukan hukum untuk membuat laporan ke aparat kepolisian.
Jokowi mengaku paham bahwa semangat UU ITE adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar lebih bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif.
Baca juga: Diduga Langgar UU ITE Terkait Komentar Berita Rusuh 22 Mei, Polisi Periksa 1 Warga Tanjungpinang
Tetapi, ia tidak ingin implementasi UU tersebut justru menimbulkan rasa ketidakadilan.
"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-Undang ITE ini," ujarnya.
Menurut Jokowi, persoalan hulu yang ada di UU ITE ini ada pada pasal-pasal yang multitafsir.
Oleh karenanya, jika UU ini direvisi, maka ia akan meminta DPR menghapus pasal karet yang penafsirannya dapat berbeda-beda dan mudah diinterpretasikan secara sepihak.
"Tentu saja kita tetap harus menjaga ruang digital Indonesia sekali lagi agar bersih, agar sehat, agar beretika, agar penuh dengan sopan santun, agar penuh dengan tata krama, dan juga produktif," kata Jokowi.
Jokowi minta dikritik
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya meminta masyarakat lebih aktif menyampaikan kritik dan masukan terhadap kerja-kerja pemerintah.
Pada saat bersamaan ia juga meminta penyelenggara layanan publik terus meningkatkan kinerja.
Hal ini Jokowi sampaikan dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin (8/2/2021).
Baca juga: Bikin Status di Facebook yang Menghina Polisi, Warga Batam Ditangkap dan Dikenakan UU ITE
"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, atau potensi maladministrasi.
Dan para penyelenggara layanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan," kata Jokowi, melalui tayangan YouTube Ombudsman RI, Senin.
Jokowi menyadari bahwa masih banyak kinerja pemerintah yang perlu diperbaiki, termasuk dalam penanganan pandemi Covid-19.
Oleh karenanya, ia berjanji untuk melakukan evaluasi, salah satunya dengan berdasar pada catatan-catatan yang disampaikan Ombudsman RI.
"Catatan ini sangat penting untuk mendorong peningkatan standar kualitas pelayanan publik di masa yang akan datang," ujarnya.
Pernyataan Jokowi dijawab Perkumpulan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet) yang berpendapat,
saat ini masyarakat justru takut dengan regulasi yang mengancam kebebasan berpendapat.
Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto menilai, masyarakat memilih menahan diri tidak menyampaikan kritik.
"Karena kemarin ramai di media sosial,
secara spesifik yang menjadi momok dari efek jera adalah UU ITE,
sebetulnya itu menjadi hal yang membuat orang memilih tidak berpendapat," ujar Damar, Selasa (9/2/2021).
Baca juga: Gara-gara Main Game Online, Raditya Dika Diancam Orang dengan UU ITE. Kenapa?
SAFEnet memetakan sejumlah regulasi yang membatasi kemerdekaan berekspresi di Indonesia,
antara lain UU ITE, Permenkominfo Nomor 19 Tahun 2014 tentang Situs Internet Bermuatan Negatif,
UU Penyadapan hingga UU Penyiaran.
Koalisi masyarakat sipil juga melaporkan, dalam kurun 2016-2020 UU ITE dengan pasal karetnya telah
menimbulkan conviction rate atau tingkat penguhukuman 96,8 persen (744 perkara).
Sedangkan tingkat pemenjaraan dari aturan ini mencapai 88 persen (676 perkara).
Kemudian Indeks Demokrasi Indonesia pada 2020 dilaporkan menurun.
Laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) mencatatkan Indonesia hanya mendapat skor 5,59 untuk kebebasan sipil.
Tak sedikit pihak yang menganggap penilaian ini merupakan perolehan terendah Indonesia dalam belasan tahun terakhir ini, terutama mengenai kebebasan sipil.
Terkait dengan imbauan Jokowi, Damar mengatakan, masyarakat sebetulnya bukan tak mau menyampaikan kritik,
namun ada ancaman regulasi yang justru membuat masyarakat tertekan dan tidak mau menyampaikan kritiknya.
"Masalah yang saya rasa paling mengemuka adalah masyarakat ditekan rasa takut atau ketakutan untuk berpendapat secara bebas.
Baca juga: Kritik Pemerintah hingga Bersitegang dengan Menteri Soal Omnibus Law, Siapa Sosok Andi Arief?
Yang pemicunya adalah efek jera, melihat banyaknya aturan regulasi yang sangat membatasi kebebasan berekspresi kita," terang Damar.
Damar menegaskan, pada dasarnya Presiden wajib memberikan jaminan kepada masyarakat untuk menyampaikan kritik.
Namun demikian, pernyataan Presiden justru kontradiktif dengan adanya sederet regulasi yang mengancam kemerdekaan berekspresi masyarakat.
"Pernyataan Pak Presiden dilematik," tegas dia.
Pernyataan Jokowi tersebut juga mengundang reaksi warganet.
Mereka ramai membicarakan UU ITE karena cemas penyampaian kritik pada pemerintah akan berujung pidana.
Warganet belum lupa dengan kasus Dokter Richard Lee yang dilaporkan dengan pasal UU ITE karena mengkritik Kartika Putri.
Baca juga: Meski Prabowo Menhan, Fadli Zon Tetap Kritik Pemerintahan Jokowi di Mata Najwa, Ini Kritikannya
Baca juga: PKS dan Partai Berkarya Sepakat Oposisi, Tommy Soeharto Berani Kritik Pemerintah
Baru-baru ini, Safenet juga menerima laporan kriminalisasi aktivis lingkungan Marco Wijayakusuma.
Kasus terakhir itu menjerat Marco karena kritiknya atas pengambilan pasir Pulau Bangka.
"Spirit UU ITE seharusnya untuk menciptakan rasa aman bagi semua orang di media daring,
tapi kini UU ITE banyak memakan korban.
Pelapor punya power dan terlapor tidak punya kekuatan seperti orang awam juga aktivis," kata Treviliana Eka Putri, Manager Riset Center For Digital Society Fisipol UGM.
.
.
.
Baca berita menarik TRIBUNBATAM.id lainnya di Google
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Jokowi Ingatkan Polri Selektif soal Pelanggaran UU ITE dan Kompas TV dengan judul Jokowi Minta Dikritik, SAFEnet Balas Sindiran Nyelekit: Masyarakat Justru Ketakutan
(*)
