POLEMIK DONASI AKIDI TIO

Heboh 'Prank' Sumbangan Rp 2 Triliun, Eks Menkumham Sebut Heriyanti Anak Akidi Tio Bisa Dipidana

Eks Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Prof Hamid Awaluddin mengatakan penyebar berita bohong sumbangan Rp2 triliun keluarga Akidi Tio bisa dipidanakan

Tribun Sumsel/Rachmad Kurniawan
Putri mendiang Akidi Tio, Heriyanti bersama suami, Rudi Sutadi, dan anak laki-lakinya, KL, keluar dari gedung Ditreskrimum Polda Sumsel Senin malam (2/8/2021) pukul 21.57 WIB. Heboh 'Prank' Sumbangan Rp 2 Triliun, Eks Menkumham Sebut Heriyanti Anak Akidi Tio Bisa Dipidana 

Ia menambahkan, pejabat pemerintah, baik itu di level daerah hingga pusat, tidak boleh sembarangan menerima suatu barang ataupun uang meskipun bersifat sumbangan atau hibah.

Hal tersebut dikatakan Dian untuk merespons adanya pemberitaan terkait Polda Sumsel mendapat bantuan dana penanggulangan Covid-19 sebesar Rp 2 triliun pada Senin (26/7/2021) lalu.

Baca juga: Suami Heriyanti Berprofesi Sopir Taksi Online? Ketua RT Bongkar Sosok Menantu Akidi Tio

Bantuan ini diberikan oleh keluarga almarhum Akidi Tio, pengusaha sukses asal Kota Langsa Kabupaten Aceh Timur melalui dokter keluarga mereka di Palembang, Prof dr Hardi Darmawan.

Penyerahan dana bantuan turut disaksikan Gubernur Sumsel H Herman Deru, Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri, Kepala Dinas Kesehatan Sumsel Dra Lesty Nuraini Apt Kes dan Danrem 044/Gapo, Brigjen TNI Jauhari Agus Suraji.

Dian kembali melanjutkan, seorang pejabat Pemerintah di level apapun merupakan termasuk dalam kategori Politically Exposed Person, seseorang yang memiliki fungsi publik yang menonjol.

Sehingga PEP sangat sensitif dan memiliki risiko yang besar terkait kemungkinan terlibat dalam aksi penyuapan dan juga korupsi.

"PEP itu sebetulnya ada prinsipnya, tidak boleh melakukan atau menerima sesuatu yang bersifat gratifikasi," ucap nya.

"Walaupun tujuannya sumbangan, tetapi kalau pejabat tersebut memang menerima secara pribadi, sudah pasti tidak boleh," sambungnya.

Bahkan, menurut Dian, sebuah lembaga juga tidak boleh sembarangan menerima dana hibah atau bantuan. Harus lembaga yang benar-benar memiliki tugas atau kewenangan yang sesuai.

Dirinya mencontohkan seperti Departemen Sosial, Satuan Tugas Penanganan Covid-19, dan beberapa lembaga lainnya.

"Secara kelembagaan juga tidak boleh, kalau bukan tupoksinya. Jadi kalau departemen sosial menerima sumbangan, kemudian seperti ini BNPB, Satgas Covid-19 yang menerima ini, ya ini hal yang tak mungkin jadi isu (permasalahan)," ucap Dian.

Baca juga: Terungkap Saldo di Rekening Akidi Tio, Ternyata Tidak Sampai Rp 2 Triliun

Dirinya memberikan saran, apabila pejabat menerima tawaran-tawaran seperti itu, harusnya mereka langsung mengarahkan ke lembaga yang memang diperkenankan menerima bantuan.

Sama halnya seperti hibah, itu juga sudah ada aturannya.

Karena pemerintahan baik daerah maupun pusat harus mengedepankan transparansi dan good governance.

"Yang namanya pejabat negara, baik daerah hingga pusat, itu masuk kategori PEP. Jadi memang harus hati-hati betul termasuk menerima bantuan seperti ini," pungkasnya.

Hingga kemarin PPATK juga belum menemukan transaksi sebesar Rp 2 triliun terkait sumbangan penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan.

"Pengamatan kita sementara ini, bahkan sampai hari ini atau sampai siang ini, data menunjukkan bahwa transaksi itu belum ada," ucap Dian, Selasa (3/8/2021).

"(Transaksi seperti itu) sesuatu hal yang sudah biasa kita monitor langsung.

Karena PPATK memiliki akses langsung kepada sistem keuangan untuk memastikan," sambungnya.

Dilansir dari Tribunnews.com, Dian juga mengatakan, apabila ada transaksi sebesar angka tersebut dan dinilai mencurigakan, lembaga keuangan yang bersangkutan pasti sudah melaporkan hal tersebut ke PPATK.

Karena, kasus-kasus serupa seperti ini sudah menjadi kewajiban lembaga keuangan untuk melapor.

"Misalnya ada transfer uang sebesar ini, merupakan kewajiban lembaga keuangan dalam hal ini bank, untuk segera melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan," paparnya.

Sebagai informasi, kasus ini bermula saat Polda Sumsel mendapat bantuan dana penanggulangan Covid-19 sebesar Rp 2 triliun pada Senin (26/7/2021) lalu.

Keluarga almarhum Akidi Tio keluar dari ruang pemeriksaan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumatera Selatan setelah dimintai keterangan terkait bantuan Rp 2 triliun untuk penanganan Covid-19, Senin (2/8/2021).
Keluarga almarhum Akidi Tio keluar dari ruang pemeriksaan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumatera Selatan setelah dimintai keterangan terkait bantuan Rp 2 triliun untuk penanganan Covid-19, Senin (2/8/2021). (KOMPAS.com/AJI YK PUTRA)

Bantuan ini diberikan oleh keluarga almarhum Akidi Tio, pengusaha sukses asal Kota Langsa Kabupaten Aceh Timur melalui dokter keluarga mereka di Palembang, Prof dr Hardi Darmawan.

Penyerahan dana bantuan turut disaksikan Gubernur Sumsel H Herman Deru, Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri, Kepala Dinas Kesehatan Sumsel Dra Lesty Nuraini Apt Kes dan Danrem 044/Gapo, Brigjen TNI Jauhari Agus Suraji.

Namun tidak lama berselang, uang hibah yang akan diberikan oleh Akidi Tio diduga bohong. Pada Senin (2/8/2021) kemarin, Dirintel Polda Sumsel Kombes Ratno Kuncoro menyebutkan Heriyanti, anak Akidi Tio telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.

Uang putri Akidi Tio tak cukup

Keluarga mendiang Akidi Tio berencana menyumbang Rp2 triliun untuk penanganan pandemi Covid-19 di Sumatera Selatan (Sumsel).

Namun setelah dicek ternyata keluarga tersebut tidak memiliki uang sebesar itu.

Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Supriadi mengatakan, bilyet giro senilai Rp2 triliun yang diberikan Heriyanti, anak bungsu mendiang Akidi Tio ternyata tidak mencukupi.

"Jadi maksudnya di rekening bilyet tersebut tidak cukup saldonya," ujar Supriadi saat menggelar press release di depan gedung Widodo Budidarmo Ditreskrimum Polda Sumsel, Selasa (8/3/2021)

Fakta ini terungkap setelah kepolisian melakukan koordinasi dan pengecekan terhadap bank mandiri di Sumatera Selatan (Sumsel) sesuai dengan bilyet giro yang diberikan Heriyanti.

Namun tidak diketahui kepastian berapa jumlah nominal yang terdapat dalam bilyet tersebut.

"Terkait nama pemilik rekening, saldonya serta data daripada nasabah ini merupakan rahasia pihak bank.

Jadi tidak bisa diberikan oleh pihak bank kepada kepolisian.

Hanya saja ditegaskan saldo tidak cukup pada rekening tersebut," ucapnya.

Saat disinggung mengenai perkembangan dalam penanganan kasus Heriyanti, Supriadi mengatakan, penyidik masih mengalami keterangan para saksi.

Baca juga: Akhirnya Rudi Sutadi Buka Suara, Suami Heriyanti Anak Akidi Tio Pastikan Sumbangan Rp 2 T Bukan Hoak

Ia juga menegaskan, Heriyanti hingga saat ini masih berstatus saksi dalam kasus ini.

"Terkait dengan perkembangan penanganan kasusnya kita akan dalami.

Tahap berikutnya baik itu dari pihak perbankan maupun pihak-pihak lain yang nantinya akan kita minta keterangan terkait dengan keterangan yang diberikan Heriyanti.

Jadi akan kita kroscek antara keterangan dari Heriyanti dengan keterangan yang lainnya," ujar dia.

.

.

.

Baca berita menarik TRIBUNBATAM.id lainnya di Google

(*/ TRIBUNBATAM.id)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved