Mahkamah Konstitusi Putuskan Nasib UU Cipta Kerja, Buruh Minta 4 PP Dibatalkan
Serikat buruh meminta 4 Peraturan Pemerintah (PP) dibatalkan setelah MK memutus nasib UU Cipta Kerja. Berikut alasannya.
JAKARTA, TRIBUNBATAM.id - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan jika Undang Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja inkonstitusional bersyarat.
Putusan disampaikan Ketua MK, Anwar Usman secara daring dalam sidang uji formil UU 11/2020 Cipta Kerja, Kamis (25/11/2021).
Perkara itu diajukan oleh lima penggugat terdiri dari seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar bernama Novita Widyana serta 3 orang mahasiswa yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana, dan Ali Sujito.
Sebagai pemohon I uji materi omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja , Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas khawatir berlakunya UU Cipta kerja dapat menghapus ketentuan aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Kerugian hak konstitusional Hakiimi antara lain seperti terpangkasnya waktu istirahat mingguan, menghapus sebagian kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau buruh, menghapus sanksi bagi pelaku usaha yang tidak bayar upah.
Baca juga: DPR RI Ngotot UU Cipta Kerja Padahal Rontok di MK, Siapkan Rencana Besar Ini
Baca juga: Dipicu Munculnya Omnibus Law, Ini Gebrakan DPRD Batam Demi Dongkrak PAD
Kemudian, pemohon II uji materi omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja yakni Novita Widyana yang merupakan pelajar, merasa dirugikan karena setelah lulus ia berpotensi menjadi pekerja kontrak tanpa ada harapan menjadi pekerja tetap.
Sementara itu, pemohon III, IV, dan V yang merupakan mahasiswa di bidang pendidikan Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito merasa dirugikan karena sektor pendidikan masuk dalam omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja.
Mereka menilai dengan masuknya klaster pendidikan di omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja bisa membuat pendidikan menjadi ladang bisnis.
Mahkamah Konstitusi menyatakan pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Adapun dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuatan UU baru atau melakukan revisi.
Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya UU Cipta Kerja tidak memegang azas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak.
Pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap subtansi UU.
Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik.
Meski diputus inkonstitusional bersyarat, MK memberi waktu selama 2 tahun sejak putusan ini diucapkan.
Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan omnibus Law UU 11/2020 Cipta Kerja inkostitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.