5 Kabar Baik Tahun 2022 tentang Varian Omicron, Ada Obat Melawannya?
Hingga memasuki 2022 belum ada tanda-tanda kapan Covid-19 sirna dan di penghujung 2021 malah Covid-19 muncul dengan varian barunya yakni jenis Omicron
TRIBUNBATAM.id - Sejak kemunculannya pada akhir 2019 silam, Covid-19 masih menjadi momok yang menakutkan bagi banyak orang di dunia.
Covid-19 yang kemudian menjadi pandemi telah mengubah nyaris semua kebiasaan manusia; bekerja dan bersosialisasi.
Hingga memasuki 2022 belum ada tanda-tanda kapan Covid-19 sirna, dan di penghujung 2021 malah Covid-19 muncul dengan varian barunya, yakni Omicron.
Dunia diharapkan pulih dari pandemi dan tahun ini, tahun 2022, keoptimisan itu tak salah hadir kembali setelah tahun 2021 lalu harapan itu pupus.
Di tengah ketidakpastian kapan Covid-19 berakhir dan banyak hal yang tidak diketahui mengenai Omicron, sejumlah kaar baik memungkinkan manusia optimistis membuka lembaran baru tahun 2022.
Kasus menurun
Di Norwegia, Belanda, Belgia, Jerman, Afrika Selatan atau Austria, jumlah kasusnya mulai menurun.
Kemungkinan yang terjadi, bahwa di sejumlah negara tersebut terdapat efek percampuran antara Delta dan Omicron.
Baca juga: Masa Inkubasi Varian Omicron 3 Hari, Sejumlah Gejala Harus di Waspadai
Baca juga: PERINGATAN! Masa Inkubasi Varian Omicron 3 Hari, Ini Gejala Harus Diwaspadai
Beberapa negara juga melakukan pembatasan selama beberapa pekan.
Tapi jika kita menengok ke Afrika Selatan, di mana dampak Omicron lebih terlihat, peningkatan kasusnya eksplosif dan eksponensial, tapi juga kasusnya menurun dengan sangat cepat.
Sejumlah data menunjukkan, dalam waktu empat atau lima minggu Afrika Selatan mengalami peningkatan kasus, dan menurun dengan waktu yang sama.
Mungkin ini berita terbaiknya. Meskipun kemungkinan seseorang untuk menjalani rawat inap lebih sedikit, lonjakan kasus tetap sangat berbahaya bagi sistem kesehatan dan bisa menyebabkan kolaps.
Karena itu, penurunan jumlah kasus adalah kabar baik.
Risiko lebih rendah
Semakin banyak bukti menunjukkan orang yang terinfeksi varian ini lebih rendah berisiko untuk mendapat rawat inap di rumah sakit.
Analisa pertama berasal dari Afrika Selatan, yang menunjukkan mereka yang terinfeksi Omicron lebih rendah jumlahnya untuk mendapat perawatan di rumah sakit, dibandingkan pasien dengan varian lainnya, pada periode yang sama.
Juga, setelah dirawat di rumah sakit, orang yang terinfeksi Omicron memiliki risiko gejala serius yang lebih ringan dibandingkan mereka yang terinfeksi Delta.
Baca juga: Omicron Alert, People are Urged to Reduce Mobility during Christmas and New Year 2022
Baca juga: Singapura Makin Awas Covid-19 Varian Omicron, Turis 10 Negara Ini Dilarang Masuk
Kasus ini sepertinya disebabkan oleh semakin tingginya tingkat imunitas populasi.
Di negara lainnya, penelitian yang memisahkan antara mereka yang terinfeksi dengan Omicron dan jumlah pasien yang masuk ke ICU kemudian meninggal karena Covid-19 juga bisa menjadi gambaran.
Meski masih sulit menentukan apakah varian baru ini tidak terlalu menular atau apakah ini merupakan efek dari kekebalan populasi (efek infeksi sebelumnya dan vaksinasi), atau keduanya.
Di Afrika Selatan, dilaporkan 65 persen lebih sedikit yang menjalani rawat inap; di Skotlandia 60 persen dan Inggris 40 persen.
Laporan terbaru dari Imperial College London menyimpulkan bahwa orang yang terinfeksi Omicron sepertinya lebih sedikit untuk mendapatkan penanganan rumah sakit dibandingkan varian Delta.
Badan Keselamatan Kesehatan Inggris, dalam laporan penilaian resiko varian tersebut, menyatakan Omicron masuk kategori "risiko relatif sedang" kemungkinan rawat inap untuk Omicron dibandingkan dengan Delta (meskipun ini diakui bahwa masih belum ada data terkait tingkat keparahan waktu di rumah sakit atau kasus kematian).
Omicron lemah menginfeksi sel pernapasan
Dilansir dari situs kompas.com, setidaknya ini terlihat dalam permodelan sel dan percobaan pada binatang.
Memang benar bahwa belum ada data pada manusia, tapi beberapa penelitian pendahulu menunjukkan bahwa varian Omicron berkembang biak lebih buruk di sel paru-paru, yang bisa menjadi indikasi perkembangannya yang lebih rendah.
Baca juga: Kasus Covid-19 Omicron di Indonesia Naik, Kenali Gejala dan Cara Pencegahannya
Baca juga: Langkah Pemerintah Cegah Omicron di Indonesia : Jangan ke Luar Negeri Dulu
Namun, situasi tentang Omicron masih sangat rumit, terutama karena peningkatan kasus yang pesat dan berpotensi menyebabkan sistem kesehatan kolaps.
Jika sebelumnya 1 banding 100 kasus berakhir di rumah sakit, sekarang - berkat vaksin - skalanya menjadi 1 banding 1.000 kasus.
Tapi jika jumlah kasus meningkat secara eksponensial, tetap akan berdampak terhadap angka rawat inap dan sistem kesehatan bisa ambruk, seperti yang telah kita lihat sebelumnya.
Jadi, kita harus sangat hati-hati. Bagaimanapun, berita ini, meskipun masih pendahuluan, adalah kabar baik, dan izinkan kami untuk memunculkan rasa optimistis.
Jika 2020 merupakan tahun virus, 2021 merupakan tahun vaksin dan harapan; maka 2022 adalah awal mulai berakhirnya masa pandemi.
Vaksin melindungi dari Omicron
Orang dengan dua dosis vaksin lebih kecil kemungkinan diharuskan rawat inap, bakan ketika vaksin mereka mulai kehilangan perlindungan terhadap infeksi.
Ini mungkin karena kebanyakan vaksin memberikan respon seluler yang tidak berpengaruh terhadap varian ini.
Ada data yang menunjukkan bahwa dosis ketiga dari vaksin messenger RNA (mRNA) memiliki kemampuan menetralkan kekuatan dari Omicron.
Baca juga: Indonesia Catat 19 Kasus Covid-19 Varian Omicron, 11 Kasus Imported Case dari 4 Negara
Baca juga: Prevent the Spread of Omicron, the Quarantine for Overseas Travelers been Tightened
Vaksin ini menggunakan kode genetik virus corona yang diinjeksikan ke tubuh, dan memicu badan memproduksi protein virus, yang diharapkan cukup untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Ditambah lagi, vaksin universal baru melawan SARS-CoV-2 dan semua variannya, termasuk Omicron, saat ini sedang dikembangkan.
Ada obat melawan Omicron
Majalah Science dalam halaman depannya menampilkan obat Paxlovid, obat oral antiviral yang mampu menghambat struktur protease virus.
Kemampuan obat itu diklaim mampu mengurangi risiko keparahan Covid-19 lebih dari 90 persen.
Obat ini sudah mendapat izin edar dari FDA.
Paxlovid adalah penghambat satu dari protease SARS-CoV-2, yang disebut dengan 3CL.
Pengobatan ini dikombinasikan dengan penghambat protease, rtonavir, yang digunakan dalam pengobatan HIV.
Baca juga: Heboh Varian Omicron, Sudah Masuk RI, Ini 6 Fakta Harus Diketahui
Baca juga: Singapura Antisipasi Covid-19 Varian Omicron, Serukan Warga Suntik Vaksin Booster
Karena varian Omicron tak memiliki mutasi pada protein-protein yang ditargetkan Paxlovid, kemungkinan besar obat ini sama efektifnya untuk varian baru tersebut.
Setidaknya dalam laporan yang dilansir perusahaan Pfizer, uji in vitro (uji kandidat obat yang dilakukan pada cawan berisi virus/bakteri) telah membuktikannya.
Tapi masih ada lagi. Antibodi monoclonal, Sotrovimab dari GSK juga digadang-gadang efektif melawan Omicron.
Ini adalah antibodi yang mengikat ke bagian tertentu (epitop) pada SARS-CoV-2 yang sama dengan SARS-CoV-1 (virus yang menyebabkan SARS).
Remdesivir, penghambat RNA polimerase virus, adalah antivirus lain yang diberikan kepada pasien yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit dengan gejala Covid-19.
Obat ini menunjukkan 87 persen risiko lebih kecil untuk rawat inap atau kematian dibandingkan dengan plasebo.
Gilead, produsen dari Remdesivir, telah melakukan analisis informasi genetik Omicron, dan belum menemukan mutasi mempengaruhi target obat ini, jadi ini besar kemungkinan bahwa antivirus ini masih aktif melawan varian tersebut.
Hingga saat ini, aktivitas antivirus Remdesivir telah dikonfirmasi melalui uji in vitro melawan semua varian SARS-CoV-2, termasuk alpha, beta, gamma, delta dan epsilon.
Baca juga: Jenis Masker Disarankan Ahli Cegah Covid-19, AWAS Varian Omicron Sudah Masuk Indonesia
Baca juga: 13 Negara Dilarang Masuk Indonesia karena Omicron, Hong Kong Dihapus
.
.
.
(*/ TRIBUNBATAM.id)