LPSK Minta Kapolri Bertindak, 8 Tersangka Kasus Kerangkeng Manusia Masih Bebas
Wakil Ketua LPSK meminta Kapolri untuk menegur penyidik Polda yang belum menahan 8 tersangka kasus penganiayaan kerangkeng manusia.
TRIBUNBATAM.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) masih menyoroti kasus penganiayaan penghun kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin.
Kali ini LPSK kecewa dengan penanganan penyidik Polri yang belum menahan delapan tersangka, termasuk anak Bupati Langkat nonaktif, Dewa Perangin-angin.
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) sebelumnya menetapkan 8 tersangka terkait penganiayaan hingga tewas di kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin.
Salah satu yang berstatus tersangka adalah anak dari sang bupati, Dewa Perangin-angin.
Tujuh tersangka kecuali Dewa Perangin-angin diketahui tiba di Ditreskrimum Polda Sumut, Jumat (25/3/2022) sekira pukul 13.00 WIB.
Nama Dewa Perangin-angin sebelumnya mencuat setelah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkap keterlibatan anak Terbit Rencana Peranginangin dalam aktivitas kerangkeng manusia itu.
Baca juga: Polisi Tetapkan 8 Tersangka Termasuk Anak Bupati Langkat Nonaktif Kasus Kerangkeng Manusia
Baca juga: Anak Bupati Langkat Nonaktif Siksa Manusia Dalam Kerangkeng, Ini Rekam Dinasti Sang Ayah
Dalam laporan LPSK yang diterima Kompas.com, Selasa (15/3/2022) Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi menyebutkan ada empat korban yang mengalami jari tangan putus akibat penyiksaan yang dilakukan oleh Dewa.
Edwin mengungkapkan dalam struktur pengurusan penjara manusia itu, Dewa menjabat sebagai wakil ketua.
Sementara ketuanya adalah Terbit Rencana Perangin-angin.
LPSK sebelumnya mengungkap keterlibatan oknum TNI aktif dalam kerangkeng manusia yang disebut-sebut sebagai tempat rehabilitasi ketergantungan narkoba serta diketahui telah beroperasi selama 10 tahun itu.
"Kami menyesalkan tindakan ini, kenapa kasus ini tidak ada penahanan," kata Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi melalui sambungan telepon seluler kepada Tribun.
Dirinya membandingkan kasus ini dengan tindak kejahatan lain.
Dimana para pelakunya langsung ditahan.
"Pak Kabareskrim Agus Adrianto, lain kali bandar narkoba kalau kooperatif memenuhi panggilan tak usah ditahan," ungkapnya.
Edwin mengatakan, dengan tidak ditahannya para tersangka telah mencederai kepercayaan masyarakat.
Sebab, kasus ini sangat merugikan para korban.
Baca juga: LPSK Ungkap Keterlibatan Oknum TNI Aktif Dalam Kerangkeng Manusia Bupati Langkat Nonaktif
Baca juga: Hasil Investigasi LPSK, Bupati Langkat Nonaktif Pernah Terlibat Aksi Pencurian Hingga Judi
"Ini sangat merugikan dan mencederai kepercayaan masyarakat. Polda Sumut harusnya memberikan kepercayaan kepada masyarakat, di mana tidak memberikan keistimewaan terhadap kasus ini," jelasnya.
Kemudian, ia berharap Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit memberikan teguran kepada Polda Sumut yang membiarkan para tersangka kasus penganiyaan kereng masih hirup udara segar.
Bukan tidak mungkin, sambungnya dengan pembiaran ini akan ada timbul kasus serupa.
"Kompolnas dan Kapolri bergerak, karena kasus ini menarik perhatian publik. Praktek ini sangat masif dan menimbulkan dampak yang begitu mendalam bagi para korban," ucapnya.
POLDA Sumut Angkat Bicara
Polda Sumut sebelumnya mengakui terdapat lima anggotanya yang mengetahui aktivitas kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin tapi sengaja tak melapor.
Kelima polisi aktif itu masing-masing AKP HS berstatus sebagai saudara ipar Terbit Rencana Peranginangin.
Aiptu RS dan Bripka NS sebagai ajudan.
Briptu YS sebagai penjemput penghuni kerangkeng yang kabur.
Bripda ES berperan sebagai penjemput penghuni kerangkeng dan melakukan penganiayaan sebagaimana laporan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Baca juga: Polisi Bongkar 2 Makam Korban Penjara Manusia Bupati Langkat Nonaktif
Baca juga: Penjara Manusia di Rumah Bupati Langkat, Diduga Adanya Perbudakan Moderan Dilakukan Selama Ini
Berkenaan dengan masalah ini, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, Kombes Tatan Dirsan Atmaja mengaku pihaknya berkoordinasi dengan Propam Polda Sumut.
"Kami Dit Krimum bekerjasama dengan Bid Propam terkait dengan saksi mengetahui tapi tidak melaporkan kejadian tersebut," katanya, Sabtu (27/3/2022).
Namun, Tatan justru mengklaim bahwa kelima polisi ini tidak terlibat dalam kasus kerangkeng manusia.
Meskipun dalam laporan LPSK dijelaskan dengan gamblang, bahwa ada indikasi keterlibatan oknum polisi yang turut melakukan penganiayaan terhadap tahanan.
"Kalau keterlibatan secara aktif tidak ada. Karena kami sudah melakukan tiga kali pemeriksaan terhadap 5 anggota yang diduga ikut terlibat dengan kasus tersebut," katanya.
Dia pun menguraikan dugaan awal adanya 5 oknum polisi bayaran yang melekat pada Terbit Rencana Peranginangin.
Satu polisi yang merupakan perwira pertama, AKP HS diklaim tidak pernah masuk atau menghampiri serta mengunjungi kerangkeng tersebut.
Sementara, tiga oknum polisi lain pernah menjadi LO saat Pilkada ketika Terbit Rencana Peranginangin maju sebagai calon Bupati Langkat kala itu.
Baca juga: Penjara di Rumah Bupati Langkat, 4 Pekerja Babak Belur
Baca juga: Bupati Langkat Terbit Rencana Kena OTT KPK, Wakil Bupati: Saya Belum Tahu
"Jadi ada anggota yang ditempatkan atau dipermintakan bantuan. Satu dari 3 orang tersebut mencuci kendaraan karena di belakang itu ada sungai, ada kolam," ujarnya.
"Kemudian satu orang lagi, warga di situ yang menjadi anggota polisi. Salah satu kerabat Terbit. Dia sudah empat kali ke situ. Bahkan sejak sebelum jadi polisi," ucapnya.
Ada pun berkaitan dengan penganiayaan tersebut pada saat terjadinya penganiayaan dari hasil pemeriksan saksi saksi maupun tersangka, yang bersangkutan tidak ada datang ke situ.
Ia pun mengatakan terkait kemungkinan oknum polisi mengetahui tapi tidak melaporkan, pihaknya akan bersurat dengan Propam.(TribunBatam.id) (TribunMedan.com/Goklas Wisely)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang Kerangkeng Manusia
Sumber: TribunMedan.com