Kasus TPPU Emas Batangan 189 Triliun di Bea Cukai, Kata Mahfud MD Vs Kemenkeu

Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU yang dilakukan di lingkungan DJBC disampaikan Mahfud dalam gelaran rapat kerja Komisi III DPR RI

Tribunnews
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD 

TRIBUNBATAM.id - Institusi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih menjadi sorotan publik.

Sebagai bendahara negara, kementerian ini mengelola banyak uang yang bersumber dari pajak.

Selain kantor pajak, Kemenkeu juga menakhodai Bea Cukai yang juga sedang jadi sorotan banyak pihak.

Bukan cuma kehidupan mewah oknum pegawainya, tetapi adanya dugaaan transaksi janggal di sana.

Temuan transaksi mencurigakan tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu terkait uang Rp 189 triliun.

Nilai temuan senilai Rp 189 triliun itu jadi sorotan, sebab Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan, itu berkaitan dugaan TPPU impor emas batangan.

PPATK melakukan penyelidikan terhadap impor disebut emas mentah, namun nyatanya  emas batangan.

Dugaan TPPU Rp 189 triliun versi Mahfud MD

Dirangkum dari kompas.com, dugaan terkait TPPU yang dilakukan di lingkungan DJBC disampaikan Mahfud dalam gelaran rapat kerja Komisi III DPR RI.

Ia mengatakan, dugaan pencucian uang itu terkait impor emas batangan ke Indonesia.

"Impor emas batangan yang mahal-mahal itu, tapi di dalam surat cukainya itu dibilang emas mentah. Diperiksa oleh PPATK, diselidiki, 'Mana kamu kan emasnya sudah jadi kok bilang emas mentah?," ujarnya, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

Baca juga: GEGER Transaksi Janggal Kemenkeu, eks Komisioner KPK Cerita saat Sidak Bea Cukai

Baca juga: Heboh Transaksi Janggal Kemenkeu Hingga DPR RI, Mahfud MD Tantang Arteria Dahlan

Dalam proses penyelidikan, lanjut Mahfud, pihak Bea Cukai sempat berdalih bahwa impor yang dilakukan bukan emas batangan, tetapi emas murni.

Kemudian, emas murni tersebut dicetak melalui berbagai perusahaan di Surabaya, Jawa Timur.

Akan tetapi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tidak menemukan keberadaan perusahaan yang dimaksud.

"Dicari di Surabaya tidak ada pabriknya," ujar Mahfud.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved