KISRUH REMPANG

Taba Iskandar Bantah Proyek Rempang di Batam Saat Ini Lanjutan 2004, Itu Berbeda

Taba Iskandar bantah proyek Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam saat ini merupakan proyek lanjutan 2004. Kala itu ia masih Ketua DPRD Batam

Editor: Dewi Haryati
tribunbatam.id/Roma Uly Sianturi
Anggota DPRD Kepri, Taba Iskandar (kanan) mengungkap sejarah proyek Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif (KWTE) di Rempang yang ditandatangani saat dirinya masih menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Batam Periode 2000-2004. 

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Anggota DPRD Kepri, Taba Iskandar membantah proyek Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam saat ini merupakan proyek lanjutan dari 2004 silam.

Taba mengungkap sejarah proyek Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif (KWTE) di kawasan Rempang.

Kala itu ia juga turut menandatanganinya saat masih menjabat sebagai Ketua DPRD Batam periode 2000-2004.

Waktu itu proyek ini juga menggandeng pihak swasta, PT Makmur Elok Graha (MEG).

"Saya perlu konfirmasi bahwa statement Kepala BP Batam yang menyatakan bahwa proyek ini sudah mulai sejak 2002, itu hal yang berbeda. Waktu itu saya menjabat ketua DPRD 2000-2004, tidak sama dengan yang sekarang. Seakan-akan ini hanya meneruskan. Mari silakan dibuka," kata Taba, Selasa (12/9/2023).

Ia mengatakan pada tahun itu memang dilakukan kerja sama antara BP dan Pemko dengan PT MEG.

DPRD hanya memberikan rekomendasikan agar investasi di sana dibuka, dengan landasan Perda yang namanya Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif.

Semua kegiatan hiburan malam dipindahkan ke Rempang. Itupun Rempang Laut yang pulaunya terpisah dari daratnya.

"Karena status lahan itu HPL-nya belum ke BP, tidak juga ke Pemko, tapi Pemko mengklaim itu kewenangan dia karena bukan wilayah kerja BP Batam. Makanya BP tidak bisa mengalokasikan ke sana. Maka muncullah istilah yang namanya status Quo dan ada Kepresnya. Artinya, tidak boleh BP atau pemko. Jadi masih tanah negara ada hutan lindung dan lainnya," kata Taba.

Baca juga: Kondisi Terkini Kantor BP Batam Pasca Demo Soal Rempang Berakhir Ricuh

Lantas bagaimana dengan KWTE yang direkomendasikan DPRD Batam?

Taba menjelaskan rekomendasi DPRD tidak berlanjut karena Kapolri saat itu beranggapan bahwa kawasan wisata itu akan dibuat tempat judi.

"Maka Perda KWTE itu jadi tidak berlaku, maka selesailah MoU itu. Tidak berlaku lagi," kata Taba.

Taba juga membenarkan proyek lanjutan saat ini masih dikelola oleh PT MEG.

Namun PT MEG masuk ke Rempang lagi melalui pemerintah pusat.

"PT MEG ingin melanjutkan investasi masuk melalui pusat. Jadi berbeda sama sekali dengan konsep awal 2000-2004. Jadi ini bukan lanjutan. Itu namanya penipuan publik," katanya.

Ia menegaskan proyek saat ini dinamakan Proyek Strategis Nasional, bukan lagi KWTE.

Taba juga menilai pemerintah pusat mengetahui informasi dari Batam hanya setengah-setengah.

"Seperti statement Menteri Mahfud MD kemarin. Itu berarti tidak mengetahui informasi secara keseluruhan," katanya.

Untuk penyelesaiannya, ia meminta baik Pemerintah Pusat, BP Batam, maupun Pemko Batam bijak dalam menyelesaikan masalah Pulau Rempang, ini. Negara harus hadir sehingga tidak ada yang dirugikan, baik dari masyarakat ataupun rencana investasi pengembangan Pulau Rempang yang akan dibangun dengan konsep Rempang Eco-City tersebut.

Baca juga: Berujung Ricuh, Ini Deretan Fakta Demo Soal Rempang di Kantor BP Batam

“Tapi kenyataannya sekarang masyarakat di sana merasa dirugikan, mereka akan direlokasi, sedangkan sudah beranak-pinak di sana, bahkan sudah ada sebelum BP Batam dulunya Otorita Batam dan Kota Administratif Batam ada,” kata Taba.

Taba meminta pemerintah dan masyarakat duduk kembali. Pemerintah jangan memaksakan program relokasi ini.

Menurut Taba, relokasi tersebut tidak tepat. Beda halnya masyarakat yang tinggal di ruli (rumah liar). Jika sewaktu-waktu tanah yang ditempati akan difungsikan atau dibangun bisa direlokasi ke tempat lain.

Begitu juga dengan orang-orang yang membeli tanah di Pulau Rempang tersebut, negara berhak mengambilnya.

Ia mencontohkan dirinya yang memiliki dua hektare lahan di Rempang.

Ia dengan sukarela akan mengembalikan pada negara.

“Ambil punya Taba, karena Taba bukan penduduk situ, itu boleh diperlakukan (gusur). Itu resiko, sudah tau tanah status quo, kenapa dibeli. Jangan disamakan dengan penduduk asli atau tempatan. duluan mereka tinggal di situ sebelum terbentuknya BP Batam dan Kota Administrasi Batam,” kata Taba.

Taba menyarankan agar investasi ini jalan dan sesuai dengan harapan masyarakat, sebaiknya konsep pengembangan Rempang didesain ulang.

Itu dengan mengintegrasikan masyarakat tempatan ke dalam konsep pembangunan, tanpa melakukan relokasi.

Karena tidak semua lahan di Rempang dijadikan sebagai kawasan industri. Ada juga untuk pemukiman.

Taba mencontohkan dengan merenovasi rumah warga yang kurang layak dan menyediakan sarana tangkap bagi nelayan.

"Kalau rumah tinggalnya tidak cocok dengan kawasan yang akan dijadikan pariwisata, rumahnya yang diperbaiki. Karena dia mencari makan di sana, bukan ditempatkan di rumah susun atau dibuatkan rumah lagi. Kampung itu adalah bagian integrasi dari konsep pengembangan kawasan. Wisatawan pasti rindu juga dengan kearifan lokal,” kata Taba.

Kemudian, bisa juga dengan mengkonversi lahan masyarakat tempatan.

“Atau dihitung luasan tanahnya. Jika masuk dalam kawasan industri misalnya, maka itu akan menjadi saham di perusahaan tersebut maka dia punya masa depan sampai anak cucunya,” saran Taba lagi.

Atau, meski terpaksa direlokasi karena jumlah penduduknya sedikit dan masuk arena industri atau kawasan wisata bisa disatukan, tapi tidak jauh dari tempat sebelumnya.

“Misal, di titik ini ada 5 KK, di titik ini ada 10 KK, itu kemudian disatukan, membuat kampung baru, tapi tak jauh dari lokasi awal. Dan yang paling penting proyek ini kan gak sekali jadi, pasti ada tahap-tahapnya,” kata Taba.

Sehingga dengan kejadian ini Taba beranggapan Presiden, Pemerintah Pusat atau pengambil keputusan di pusat tak mendapatkan informasi utuh bahwa Rempang mempunyai penduduk asli.

"Saya perlu bicara supaya masyarakat Rempang tenang. Harap Pemerintah Pusat, BP Batam maupun Pemko Batam bijak dalam menyelesaikan masalah ini. Dudukkan kembali, maka solusi terbaik akan didapatkan,” ujarnya. (TRIBUNBATAM.id / Roma Uly Sianturi)

 

Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved