PERSPEKTIF
Batam Baru, Antara Potensi dan Tantangan dalam Pembangunan Berkelanjutan
Sustainable Development Goals (SDGs) atau Pembangunan berkelanjutan menekankan pentingnya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, pelestarian lingkun
Namun di balik capaian itu, Batam menghadapi tantangan serius. Bukit Vista Sei Ladi dan Bukit Baloi terus tergerus untuk pembangunan properti, memicu longsor.
Sungai yang menyempit dan tertutup bangunan menyebabkan banjir besar, seperti di kawasan Baloi Indah.
Data WALHI mencatat, lebih dari 30% ruang terbuka hijau Batam hilang dalam 20 tahun terakhir, memperparah panas kota dan mengurangi kualitas hidup.
Di sisi lain, warga merasa belum merasakan kenyamanan dari pembangunan. Trotoar yang sempit, halte yang panas, dan minimnya transportasi publik membuat mobilitas menjadi persoalan. Sementara itu, apartemen dan kawasan elit terus tumbuh pesat, memperlebar kesenjangan antara pembangunan fisik dan kesejahteraan masyarakat.
Peran Strategis Ex Officio
Posisi ex officio Wali Kota dan Wakil Wali Kota sebagai pimpinan BP Batam adalah kekuatan unik sekaligus tantangan.
Di satu sisi, mereka bertanggung jawab atas pelayanan publik dan kesejahteraan warga; di sisi lain, mengelola investasi dan infrastruktur strategis.
Keunggulan ini memungkinkan integrasi kebijakan yang dapat memastikan pembangunan industri juga dilengkapi jalan ramah pejalan kaki dan ruang hijau.
Namun, tanpa koordinasi yang kuat, kepentingan ekonomi bisa berbenturan dengan kepentingan publik, seperti proyek komersial yang menutup akses warga ke laut atau merusak kawasan konservasi.
Jika sinergi ini dikelola dengan baik, Amsakar Ahmad dan Li Claudia Chandra sebagai nahkoda ganda dapat mengarahkan Batam menuju pembangunan yang berkelanjutan—dengan investasi yang berpihak pada warga, transportasi bersih, sungai terjaga, dan taman yang merata di setiap sudut kota.
Lima Arah Strategis Menuju Masa Depan
Lima arah strategis dapat menjadi panduan untuk membawa Batam menuju masa depan yang berkelanjutan. Pertama, transportasi umum yang bersih, terintegrasi, dan ramah disabilitas harus menjadi tulang punggung mobilitas kota.
Transformasi Trans Batam menjadi jaringan bus listrik yang terjadwal baik, memiliki halte teduh, jalur khusus, dan tarif terjangkau akan mendorong peralihan dari kendaraan pribadi ke angkutan umum, seperti yang berhasil diterapkan di Bogotá, Kolombia.
Kedua, pelestarian sungai dan ruang hijau harus menjadi prioritas. Pembangunan di daerah aliran sungai (DAS) seperti Baloi dan Sei Temiang perlu dikendalikan secara ketat, sementara rehabilitasi bukit dan taman ekologis di tiap kelurahan akan berfungsi sebagai serapan air dan ruang interaksi sosial. WHO bahkan menyebut kota dengan RTH minimal 30% memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
Ketiga, energi bersih perlu didorong sebagai langkah menuju kota rendah emisi. Proyek PLTS Terapung Tembesi bisa diperluas, didukung insentif seperti potongan pajak atau subsidi PBB bagi bangunan yang menggunakan panel surya, mencontoh Singapura dan Jepang yang telah sukses mengembangkan energi terbarukan meski memiliki keterbatasan ruang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.