FEATURE
Kampung Tua Bakau Serip, Nasib Si Sabuk Hijau di Ujung Nongsa yang Sunyi
Desa Wisata Kampung Tua Bakau Serip, yang terletak di Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa, menyimpan hutan mangrove berusia puluhan bahkan ratusan
Penulis: Ucik Suwaibah | Editor: Mairi Nandarson
Tak hanya itu, disini juga hidup monyet ekor panjang, lutung, ular cinxin bakau, burung raja udang, hingga lokasi pemijahan dugong atau mamalia laut langka yang sangat sensitif terhadap kualitas lingkungan.
Tak hanya sebuah tanaman, tumbuhan yang memiliki nama latin Rhizopora ini adalah penyerap karbon aktif, dapat menyerap lebih dari 52 ton CO₂ per hektar per tahun dan menyimpan karbon dalam jumlah besar di bawah tanah.
Mereka juga betugas menstabilkan tanah, menyaring air, dan menjadi rumah pembibitan alami bagi berbagai jenis ikan.
Setiap dahan yang menjuntai, setiap akar yang melingkar, adalah bagian dari jejak masyarakat Kampung Tua Nongsa.
Bahkan warga menyebut hutan ini sebagai "hutan leluhur", karena keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari asal-usul dan identitas mereka.
Tak heran, ketika Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menetapkan tempat ini sebagai Desa Wisata Kampung Tua.
Masyarakat merasa bahwa perjuangan mereka selama ini mendapat pengakuan.
Sejak itu, edukasi lingkungan hidup dan pelestarian budaya kian digiatkan.
Namun, sebagaimana banyak kawasan hijau lain di Batam, Bakau Serip juga mulai dihantui bayang-bayang reklamasi dan klaim sepihak.
Baru-baru ini, pengelola desa wisata, Geri, menceritakan kedatangan petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Batam bersama pihak perusahaan yang tiba-tiba melakukan pengukuran lahan tanpa pemberitahuan.
Mereka mengklaim bahwa kawasan Bakau Serip masuk dalam area perusahaan.
"Mereka tiba-tiba mengukur. Tidak satu pun perangkat kelurahan yang tahu soal pengukuran itu. Bahkan RT dan RW pun tak dilibatkan," ujar Geri belum lama ini.
Masyarakat menyebut langkah itu sebagai bentuk pengingkaran sejarah dan ekologis.
Sebab, sejak ratusan tahun lalu, batas wilayah kampung ini telah ditandai dengan patok-patok adat, dan hutan bakau yang ada bukanlah lahan kosong, melainkan bagian dari kehidupan mereka.
"Setelah melakukan pengukuran tidak ada sosialisasi atau penjelasan kepada kami, warga yang sudah dari nenek, orangtua dulu kami disini. Kami juga telag bersurat ke BP Batam, untuk menanyakan terkait hal itu," tambahnya.
| Berkah Tahu Tempe di Natuna, Bambang Mampu Kuliahkan Anak hingga Ibadah Haji ke Tanah Suci |
|
|---|
| Di Tengah Tren Kekinian, Griya Jamu Batam Rintisan Ayna Bertahan dengan Ramuan Tradisional |
|
|---|
| Cerita Petugas Damkar Bintan, Disambut Warga Bak Pahlawan Setelah Respons Cepat Kebakaran |
|
|---|
| Sekolah di Anambas Raup Cuan dari Pisang Usai Sulap Lahan Kosong Jadi Kebun Produktif |
|
|---|
| Sosok Idrus M Tahar, Sastrawan yang Kini Diabadikan Jadi Nama Perpustakaan Natuna |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.