Ia mengimbau pekerja atau buruh yang ada di Kota Batam untuk mengabaikan seruan mogok nasional oleh elit Serikat.
Sebab mogok nasional yang diserukan tersebut bertentangan dengan ketentuan mogok kerja yang di atur dalam pasal 137 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Kita menyayangkan ada seruan mogok nasional oleh elit Serikat Pekerja atau Buruh yang bisa menyebabkan pekerja atau buruh di perusahaan terkena sanksi oleh perusahaan," ujar Rafki, Kamis (1/10/2020).
Diakuinya dalam pasal ini diatur bahwa syarat melakukan mogok kerja adalah gagalnya perundingan. Sementara seruan mogok nasional yang dilakukan sebagai bentuk penolakan pengesahan RUU Omnibus Law.
"Jadi seharusnya istilahnya bukan mogok kerja tapi unjuk rasa. Kalau aksi unjuk rasa dilindungi oleh UU 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Jadi mogok kerja dan unjuk rasa ini dua hal yang berbeda. Jangan sampai dicampur aduk," tegasnya.
Menurutnya apabila pekerja atau buruh ingin melakukan unjuk rasa, pihaknya tidak bisa melarang. Tentunya dilakukan tanpa mengganggu pekerjaan di perusahaan masing-masing dan tidak ketertiban umum.
"Namun kalau bisa unjuk rasanya dilakukan di Jakarta saja. Sebab pembahasan dilakukan oleh DPR-RI. Jadi kalau dilakukan di Batam mungkin gaungnya kurang begitu terdengar ke Jakarta. Kita mengimbau kepada para pekerja yang ada di Batam untuk mengabaikan seruan tersebut karena tidak sesuai dengan aturan mogok kerja yang ada. Karena pekerja yang melakukan mogok kerja yang tidak sah akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada," paparnya.
Pertumbuhan Ekonomi Batam Minus 6,6 Persen
Ketua Apindo Batam Rafky mengatakan sebenarnya dalam pembahasan RUU Cipta Kerja kawan-kawan pekerja sudah diberikan porsi oleh DPR-RI untuk memberikan masukan lewat Tripartit nasional. Jadi seharusnya perdebatan dilakukan saat itu, tidak membawanya lagi ke jalanan.
Ketika kemudian perwakilan pekerja tidak mampu meyakinkan DPR dengan argumennya, tentu tidak adil jika kemudian dilakukan aksi mogok nasional yang akan merugikan perusahaan dan juga para pekerja/buruh itu sendiri.
"Kita berharap para elit Serikat Pekerja/Buruh mempertimbangkan juga dampak merugikan ini sebelum melakukan aksi unjuk rasa ataupun mogok kerja nasional," kata Rafky.
Untuk wilayah Kota Batam, kata dia, pertumbuhan ekonomi triwulan II kemarin minus 6,6 persen.
Artinya akan ada tambahan pengangguran di Batam.
Jika ditambah lagi dengan mogok kerja, maka ekonomi Batam akan semakin parah ke depannya.
Muaranya akan merugikan pekerja itu sendiri. Sebab akan banyak dilakukan PHK jika perusahaan banyak yang ditinggalkan oleh kliennya di pasar global.