KARIMUN TERKINI

Nelayan Karimun Tolak PP 85 Tahun 2021, Nelayan Kecil Dipaksa Kerja Ekstra?

Penulis: Yeni Hartati
Editor: Septyan Mulia Rohman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Fraksi PKB DPRD Kabupaten Karimun, Nyimas Novi Ujiani bersama perwakilan nelayan di Karimun, Senin (4/10/2021). Mereka menolak PP Nomor 85 Tahun 2021 yang dinilai memberatkan nelayan kecil.

KARIMUN, TRIBUNBATAM.id - Nelayan Karimun bersama Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menolak Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 2021.

Peraturan tersebut mengatur tentang jenis dan tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Ketua Fraksi PKB DPRD Kabupaten Karimun, Nyimas Novi Ujiani mengatakan, dengan terbitnya PP nomor 85 tahun 2021 regulasi ini telah menjadi acuan dari regulasi sebelumnya.

Dalam hal ini PP nomor 75 tahun 2015 yang kini sudah tidak berlaku.

"Nelayan merasa dirugikan dengan adanya PP nomor 85 Tahun 2021 yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Baca juga: Warga Ngada NTT Hilang saat Melaut, Nelayan Hanya Temukan Sampan Kosong

Baca juga: Anggota DPR RI Cen Sui Lan Soroti PP 85 Tahun 2021 yang Dikeluhkan Nelayan Kepri

Serta sudah ditanda tangani oleh Presiden Joko Widodo," ucap Nyimas, Senin (4/10/2021).

Pendiri organisasi nelayan PKNKB Karimun ini menilai, PP tersebut memberi ruang untuk pungutan PNBP.

Dinilai bagi kapal penangkap atau pengangkut ikan dengan kapasitas lima sampai 30 Gross Tonnage (GT).

Sedangkan sebelumnya pungutan hanya diberlakukan untuk kapal dengan ukuran di atas 30 GT.

Dengan adanya aturan itu, ia menilai ada pemaksaan bagi pengguna kapal berukuran lima sampai 10 GT untuk bekerja ekstra.

Hal ini bertujuan untuk memenuhi kemampuan untuk membayar ke Negara.

"Sementara pemilik kapal kapasitas lima sampai 10 GT merupakan nelayan kecil.

Ini akan membahayakan, sebab ukuran kapal segitu tidak bisa ke perairan yang jauh karena faktor cuaca," terangnya.

Baca juga: Nelayan Karimun Bergelut Cari Rumput Laut, Cuan Tak Datang dari Ikan Saja

Baca juga: KISAH Satria, Nelayan Batam yang Membuat Buat Jaring Ikan Dilengkapi Maps GPS

Sedangkan regulasi dari keputusan pemerintah yang baru diterbitkan, dengan menaikkan pungutan dalam bentuk penentuan skala persentase.

Kapal mulai dari kapasitas lima sampai 60 GT sebesar lima persen, kemudian kapasitas 61 sampai 1000 GT sebesar 10 persen.

Dan kapal berkapasitas 1000 GT ke atas sebagai sangat memberatkan.

"Ini tentu saja menguntungkan pengusaha besar, tapi juga membuka potensi bagi kapal asing.

Dikhawatirkan akan semakin banyak beroperasi di perairan NKRI, seperti di Laut Natuna selama ini," jelasnya.

Selaku anggota DPRD Kabupaten Karimun dari Fraksi PKB, Nyimas Novi mengaku akan menjembatani para nelayan dengan pemerintah, terkait penolakan terhadap peraturan tersebut.

"PP 58 tahun 2021 harus dikaji ulang, karena aturan yang baru ini jelas merugikan nelayan kecil dan pengusaha penangkap ikan," terangnya.

Menurutnya masalah ini harus secepatnya di dudukkan bersama, akan dihearingkan di DPRD.

Persoalan penetapan harga patokan ikan berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Kelautan dan Perikanan nomor 85 tahun 2021.

Baca juga: HEBOH Kapal Perang Cina Masuk Laut Natuna Utara, Nelayan Sempat Cemas Melaut

Baca juga: Alasan China Berulah di Natuna! 6 Kapal Perang Xi Jinping Bikin Takut Nelayan

"Untuk perhitungan pungutan hasil perikanan dan produktivitas penangkapan ikan, tidak memiliki dasar yang komprehensif karena melupakan dasar pembuatan kebijakan.

Dengan tidak melibatkan organisasi kemasyarakatan terkait," sebutnya.

JADI Sorotan DPR RI Dapil Kepri

Ancaman aksi mogok cari ikan yang akan dilakukan oleh pengusaha kapal ikan yang ada di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sebelumnya mendapat sorotan dari Anggota DPR RI Dapil Kepri, Cen Sui Lan.

Diketahui, aksi ini dilakukan pengusaha kapal ikan lantaran menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Aturan ini, menghasilkan sebuah Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 86 dan 87 Tahun 2021 yang dinilai sangat merugikan masyarakat, pelaku dan pekerja bidang kelautan dan perikanan.

Cen Sui Lan menilai, aturan tersebut sangat memberatkan nelayan dan pengusaha kapal ikan.

Menurutnya, aturan itu seharusnya dibuat untuk meringankan beban masyarakat, bukan malah kebalikannya.

Mengingat, kenaikan PNBP hingga 400 persen dari Kementerian KKP atas kapal ikan tangkap ini dipastikan akan berimbas pada ketidakmampuan pengusaha ikan di Kepri untuk melaut.

"Setelah menyerap aspirasi ini, akan kita tindaklanjuti ke komisi-komisi yang ada di DPR RI yang tentunya bermitra dengan kita," ujar Cen Sui Lan.

Baca juga: Kecelakaan Laut di Batam, 2 Nelayan Hilang Pasca Tabrakan Kapal di Perairan Batu Besar

Baca juga: 179 Nelayan Vietnam di Natuna Menunggu Dipulangkan ke Negara Asal

Harapan terbesar, DPR RI bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bisa menggelar raker dan meminta agar adanya penundaan hingga pembatalan Kepmen No 86 dan 87 Tahun 2021 ini.

"Konsensus perubahan Kepmen-kepmen ini, harapannya sudah bisa tercapai supaya bagi yang ingin memperpanjang SIPI tidak harus dibebani dengan PNBP yang sangat tinggi," katanya.

Dalam waktu dekat, Cen Sui Lan dan Allin dari Fraksi Golkar, akan hadir di Best Western Hotel pada 4 Oktober mendatang di Batam.

Mereka akan menyerap aspirasi langsung dari stake holders industri ikan tangkap.

Sebelumnya diberitakan, banyak dari para nelayan dan pelaku usaha perikanan mengeluhkan ada PP Nomor 85 tahun 2021 dan Kepmen KP No 86 dan 87 tahun 2021.

"Dimana mayoritas keberatan mereka terletak pada tingginya kenaikkan tarif pungutan hasil perikanan yang mencapai 400 persen,” jelas Eko Fitriadi, Wakil Ketua HNSI Kepri.

Selain itu, adanya harga patokan ikan yang terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

“Serta tingginya produktifitas kapal penangkapan ikan yang mencapai 1.72,” terangnya lagi.

Kemudian ada beberapa faktor penting terjadinya penolakan tersebut.

Baca juga: Dorong Produktifitas Petani dan Nelayan, Ini Pesan Amsakar Soal Upaya Mendorong Ekonomi Batam

Baca juga: BMKG Sebut Cuaca di Kepri Masih Aman untuk Pelayaran dan Nelayan 

Di antaranya besarnya biaya operasional, hasil tangkapan 2 tahun terakhir (masa pandemi covid-19,red) tidak bisa dipastikan pendapatan tangkapan.

Hal ini disebabkan adanya perubahan iklim. Serta adanya risiko usaha kapal tangkap ikan terbilang sangat tinggi.

Hal senada juga diungkapkan Acun, Ketua HNSI Karimun yang dengan tegas menolak adanya pemberlakuan Peraturan Pemerintah tersebut. Terlebih lagi saat ini dalam kondisi pandemi covid-19.

“Kami dengan tegas menolak dan meminta kepada Pemerintah untuk segera melakukan perubahan dan pencabutan atas PP Nomor 85 tahun 2021.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 86 dan 87 tahun 2021.

Mengingat, hal ini sangat memberatkan kami para pengusaha. Khususnya untuk kapal berjenis GT-60 keatas,” terangnya.

Apabila permintaan tuntutan mereka tidak didengar dan diakomodir, maka pengusaha akan memilih untuk mogok massal.

“Ini jelas-jelas sangat memberatkan kami para pengusaha. Apabila tuntutan kami tidak didengar dan diakomodir maka kami akan melakukan aksi mogok massal,” tegasnya.

Merespons keluhan yang disampikan nelayan melalui Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) dan pengusaha kapal ikan yang ada di Provinsi Kepri, Wakil Ketua II DPRD Kepri Raden Hari Tjahyono menyebut akan memperjuangkan semua aspirasi yang disampaikan dalam pertemuan yang digelar di lantai 2 Swiss-Belhotel Harbour Bay, Batu Ampar, Batam.

Baca juga: Nelayan di Kute Siantan Dapat Bantuan Radio dan Keramba dari Bupati Anambas

Baca juga: HEBOH Kapal Perang Cina Masuk Laut Natuna Utara, Nelayan Sempat Cemas Melaut

Politisi PKS asal Kepri ini pun mengakui PP Nomor 85 Tahun 2021 Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta Kepmen 85 dan 86 sangat memukul dunia usaha di sektor Perikanan. Mengingat, PNBP dan HPI yang ada tak masuk akal.

"Saya khawatir, nantinya bakal banyak kapal-kapal yang akan berhenti beroperasi akibatnya nelayan kita kehilangan pendapatan dan membuat harga ikan akan melambung," katanya.

Untuk itu, pihaknya akan menggunakan jalur-jalur konstitusional. Mereka akan melakukan diskusi secara intens dengan institusi terkait. Mulai dari Pemerintah Provinsi Kepri, KKP, dan berkoordinasi dengan DPR RI.

“Jalur konstitusional akan kami gunakan untuk memperjuangkan ini semua," ujarnya.(TribunBatam.id/Yeni Hartati/Roma Uly Sianturi)

Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google

Berita Tentang Karimun

Berita Terkini