BATAM, TRIBUNBATAM.id - Perjuangan meraih pendidikan seperti di dalam novel Laskar Pelangi masih terjadi di mana-mana.
Tak perlu jauh ke pelosok pulau terluar, warga pesisir di pinggiran pulau yang berada di kota Batam nyaris serupa.
Puluhan anak setiap hari harus berjuang, bertarung melawan ganasnya angin dan ombak laut.
Untuk dapat mengenyam pendidikan, anak-anak ini harus mempertaruhkan nyawa di tengah lautan.
Namun itulah yang harus mereka mereka.
Mereka, adalah anak-anak masyarakat Suku Laut Batam yang tinggal di ‘Pulau Gara’.
Orang-orang menyebut mereka adalah manusia ‘langka".
Bukan tanpa alasan, meski masih di usia 6 hingga 12 tahun, tapi anak anak itu sudah berani menyeberang lautan dengan menggunakan kapal seorang diri tanpa panduan orang dewasa.
Memang jarak rumah dengan tempat sekolah tak begitu jauh, namun bagi seorang anak berusia 6 tahun ini menjadi tantangan dan risiko besar.
Apalagi pulau yang diseberangi memiliki lautan yang dalam dan luas yang berada di Selat Malaka.
Baca juga: KISAH Kepala Suku Laut Batam, Pindah Rumah dari Perahu ke Pulau Gara Demi Anak Cucu
Baca juga: CATAT! Tarif Parkir Tepi Jalan di Batam Tidak Naik, Masih Rp 1.000 Untuk Motor
Jurnalis Tribun Batam, Sabtu (15/1/2022) menyaksikan betul bagaimana kehidupan masyarakat Suku Laut Pulau Gara ini.
Melihat langsung aktivitas penduduk di sana.
“Udah terbiasa anak-anak kita seperti itu, sudah turun temurun. Mulai nenek moyang, sampai ke mamak, bapak dan sekarang dilanjutkan anak-anak kami,” ujar orang tua siswa, bu Rini.
Tak seperti orangtua pada umumnya, Rini sudah yakin kepada anaknya saat melintasi lautan untuk berangkat ke sekolah ke pulau seberang, yakni Pulau Air Bertam.
Jarak tempuh Pulau Gara dengan Pulau Air Bertam memang tak begitu jauh, perkiraan jika kapal sampan didayung hanya memakan waktu kurang lebih 20 menit.