TRIBUNBATAM.id, BATAM – Ombudsman Kepri melayangkan kritik keras terhadap RSUD Embung Fatimah Batam terkait meninggalnya seorang anak bernama Muhammad Alif Okto Karyanto (12), warga Kaveling Sei Lekop, Kecamatan Sagulung, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Anak tersebut wafat pada Minggu (15/6), atau dua jam setelah keluar dari RSUD Embung Fatimah Batam.
Pihak rumah sakit sebelumnya dilaporkan tidak bisa memasukkan Alif yang mengalami sesak napas menggunakan BPJS Kesehatan.
Hal ini yang kemudian memantik reaksi sejumlah pihak, khususnya keluarga dan kerabat Alif.
Meski menajamen RSUD Embung Fatimah bahkan Kadinkes Batam, Didi Kusmarjadi menyebut langkah rumah sakit sudah sesuai prosedur.
"Dimana nurani kemanusiaan tenaga medis kita?" tegas Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri, Lagat Siadari, Selasa (17/6).
Baca juga: Anak di Batam Meninggal 2 Jam Usai Keluar dari RS, Dinkes Sebut RSUD Embung Fatimah Sudah Sesuai SOP
Ia menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden yang menguak potret buram layanan kesehatan publik di daerah.
"Pasien masuk hampir tengah malam. Sempat dirawat sebentar, tapi kemudian dinyatakan tidak memenuhi syarat rawat inap BPJS dan diminta dirawat secara mandiri. Karena orang tua tidak mampu membayar, anak itu dibawa pulang. Tak lama berselang, ia meninggal dunia," beber Lagat.
Menurut Lagat, meski secara administratif diagnosa mungkin tak memenuhi kriteria BPJS Kesehatan.
Namun dari sisi kemanusiaan dan profesionalisme kedokteran, ia sangat menyesalkan keputusan manajemen RSUD Embung Fatimah Batam menolak perawatan lanjutan.
"Pasien datang dengan kondisi kritis, lalu ditolak karena BPJS Kesehatan tidak meng-cover? Ini bukan sekadar teknis, ini soal nyawa manusia. Terlebih rumah sakit ini milik pemerintah," tegasnya.
Ia menyoroti adanya potensi penyimpangan dalam standar diagnosa pasien di IGD RSUD Embung Fatimah Batam.
Baca juga: Ketua RW di Batam Ungkap Kondisi Alif, Meninggal Dunia 2 Jam Setelah Keluar dari RSUD Embung Fatimah
Hal ini menyebabkan diskriminasi terhadap pasien miskin atau yang masuk di luar jam layanan reguler.
Lagat mengingatkan, Peraturan Menteri Kesehatan No. 47 Tahun 2018 secara tegas menyatakan bahwa pasien dalam kondisi mengancam nyawa, membahayakan diri sendiri.
Atau mengalami gangguan pernapasan dan kesadaran wajib mendapatkan penanganan medis seger tanpa terhambat aspek pembiayaan.