Kisah Korban Bom Hotel JW Marriot Saat Bertemu Pelaku. Ingin Siram dengan Air Cuka, Tapi Tak Jadi

Saya caci maki, dia diam, malah menangis. Terus saya bilang 'Kenapa teroris bisa nangis?' Akhirnya saya terenyuh pada ketulusannya untuk hijrah

Tribunnews.com/Fitri Wulandari
Fifi, salah satu korban bom JW Marriot tahun 2003 menceritakan trauma dan kisah pahitnya setelah bom. 

"(Luka) itu membutuhkan pengobatan selama 7 bulan dan yang paling berat adalah saya tidak siap untuk menghadapi pernikahan saya," ujar Fifi.

Suaranya parau, ia terlihat berusaha tegar meskipun mimik wajahnya memperlihatkan kesedihan, perlahan ia pun melanjutkan kalimatnya.

Saat baru mengalami peristiwa naas itu, ia mengaku bingung lantaran momen pernikahannya sudah semakin dekat, namun kenyataan pahit baru saja ia alami.

Dirinya belum bisa menerima kenyataan bahwa tangannya kini tidak bisa berfungsi secara normal.

Ia takut tidak bisa bersalaman dengan para tamu undagan yang hadir di pesta pernikahannya.

Suasana peluncuran buku Kepala BNPT Suhardi Alius yang menjadi momen pertemuan Fifi dan Ali Imron (Kompas.com

Akhirnya, Fifi pun terpaksa merelakan pernikahannya, ia batal menikahi pujaan hatinya.

Rencana indah yang telah ia dan pasangannya rencanakan pun buyar lantaran peristiwa yang terjadi hanya sepersekian detik itu.

"Bagaimana menyalami dengan tangan saya yang dibungkus? Saya tak sanggup, akhirnya saya memutuskan untuk tidak jadi menikah," kata Fifi.

Perempuan tersebut pun membutuhkan pemulihan mental. Ia mengaku sempat melakukan konseling dengan para psikolog untuk mengembalikan keberaniannya dan menghilangkan traumanya melintasi kawasan yang memberikan memori buruk baginya.

Kecemasannya pun saat itu mempengaruhi karirnya sehingga enggan melanjutkan pekerjaannya.

Namun, konseling yang diberikan padanya memberikan trauma healing yang cukup membantunya.

Mirisnya, salah satu cara yang harus dilakukan untuk menghilangkan trauma berat itu adalah, ia harus kembali mendatangi lokasi yang pernah membuat hidupnya hancur.

"Saya tidak sanggup untuk bekerja kembali dan stress, konseling dengan psikolog, dan akhirnya mereka menyampaikan bahwa (hal ini) harus dihadapi, bahwa kita harus bisa berada pada saat kejadian terjadi," jelas Fifi.

Perlahan namun pasti, ia akhirnya mencoba saran tersebut.

Fifi mulai mencoba menginjakkan kakinya ke kawasan hotel itu, namun ia tuidak masuk dari depan, melainkan dari perbelanjaan ITC Ambassador.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved