Bikin Soeharto Nangis Sosok Jenderal TNI Berambut Gondrong, Punya Jalur Khusus dengan Pak harto
Sang jenderal TNI ini memiliki potongan rambut unik, lebih mirip seorang seniman ketimbang seorang jenderal.
TRIBUNBATAM.id - Berbeda dengan jenderal TNI lainnya, Soedjono Hoemardani berambut gondrong.
Jenderal TNI berambot gondrong ini pernah bikin Soeharto menangis.
Dilansir dari Sosok.grid.id dalam artikel 'Soedjono Hoemardani, Jenderal TNI Berambut Gondrong yang Buat Soeharto Menangis', tangis Soeharto pecah saat menghadiri pemakaman jenderal TNI berpenampilan tak biasa itu pada 12 Maret 1986.
Tangis Soeharto terekam saat TVRI sebagai saluran televisi nasional Indonesia menayangkan prosesi pemakaman sang jenderal TNI berambut gondrong, Soedjono Hoemardani.
• Kisah Martha Itaar, Wanita 23 Tahun Lulusan Selandia Baru yang Berhasil Jadi Pilot Garuda Indonesia
• Jika Trump Terapkan Tarif Baru untuk China, Apple Bakal Kehilangan Rp 113,7 M
• Mengintip Calon Lawan Timnas U15 Indonesia Jika Lolos Semifinal Piala AFF U15 2019
• Agar Kelola Keuangan Lebih Teratur, Yuk Simak Tips Berikut

Soedjono Hoermardani muda atau lebih dikenal sebagai Djonit, tak pernah jauh dengan dunia ekonomi.
Ia anak dari Raden Hoemardani, seorang pedagang di Carikan, barat Pasar Klewer Solo.
Sang ayah adalah pemasok berbagai jenis bahan makanan dan pakaian pamong serta abdi keraton Kasunanan Surakarta.
Soedjono selepas lulus dari HIS Surakarta melanjutkan sekolahnya di Gemeentelijke Handels School, sebuah sekolah dagang di Semarang.
Tahun 1937 ia lulus dan kembali ke Solo untuk meneruskan usaha sang ayah.
• Mobil Juragan Ternak di Kota Batam Seruduk Kios dan Seret Sepeda Motor di Tanjungriau
• Download Lagu MP3 F*UCK IM Lonely Lauv feat Anne-Marie, Lengkap Lirik Lagu dan Video Klip
• Komentar Milomir Seslija Usai Arema FC Tahan Imbang Persija Jakarta, Sanjung Hamka Hamzah
• ByteDance, Pendiri TikTok akan Luncurkan Mesin Pencari Sendiri
Sekitar usia 20 tahuna, Soedjono menjadi bendahara organisasi pergerakan bernama Indonesia Muda sekaligus ia juga menjabat menjadi fukudanco (wakil komandan) dari keibodan (pembantu polisi) pada masa pendudukan Jepang.
“Sejak awal karier militernya pada masa revolusi, Soedjono Hoemardani ditugaskan mengelola bidang ekonomi dan keuangan. Sebagai anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR), suatu organisasi keamanan yang kelak berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia dan berhubungan dengan Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP), dia ditunjuk sebagai ketua bagian keuangan BPKKP di sekitar Solo,” tulis Michael Sean Malley dalam "Soedjono Hoemardani dan Orde Baru" dalam Prisma edisi khusus 20 tahun Prisma Di Atas Panggung Sejarah Dari Sultan ke Ali Moertopo (1991:105).
Awal karier kemiliteran Soedjono berpangkat Letnan dua dan bisa mencapai pangkat jenderal sebelum ia meninggal dunia.
Harry Tjan Silalahi dalam buku Soedjono Hoemardani 1918-1986 (1987:16) menyebut Soedjono Hoermardani menjadi bendahara di Resimen 27 Divisi IV dengan pangkat Letnan Dua dalam kurun 1945-1947.
Setelahnya dia naik pangkat jadi Letnan Satu dengan jabatan perwira bagian keuangan Divisi tersebut hingga 1949.
Tahun 1950, pangkatnya naik jadi Kapten.