DEMO HONG KONG

Saat Hong Kong Bertempur Lawan Demonstran, Beijing Serang Uni Eropa dan Presiden Prancis: Munafik!

Prancis harus menunjukkan empati kepada polisi Hong Kong seperti Beijing berempati dengan polisi Prancis menangani pengunjuk rasa "rompi kuning".

South China Morning Post
Demonstrasi di Hong Kong berubah menjadi medan pertempuran yang sengit dalam tiga hari terakhir, setelah pemerintah mengeluarkan UU anti-topeng atau masker. 

TRIBUNBATAM.ID, PARIS - Di saat pemerintah dan kepolisian Hong Kong bertempur menghadapi aktivis pro-demokrasi, China berushaa melawan pihak-pihak luar yang mendukung demonstran dan menyudutkan pemerintahan mereka, termasuk Uni Eropa.

Duta Besar Tiongkok untuk Prancis Lu Shaye, misalnya, mencemooh tim diplomatik Presiden Emmanuel Macron sebagai "munafik" karena ikut mendukung pernyataan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa.

Lu Shaye, yang dikenal dengan ucapan kerasnya saat menjadi duta besar untuk Kanada, menyatakan "penghinaan mendalam" untuk Brussels (markas Uni Eropa) karena dianggap "mengagungkan" penggunaan kekerasan oleh pengunjuk rasa Hong Kong.

Dia juga mengatakan, Prancis harus menunjukkan empati kepada polisi Hong Kong seperti Beijing berempati dengan polisi Prancis menangani pengunjuk rasa garis keras yang dikenal dengan "rompi kuning" selama berbulan-bulan.

VIDEO Detik-detik Aktris Celine Ma Berdarah-darah Dipukuli Demonstran Hong Kong yang Makin Brutal

Hong Kong Jadi Medan Pertempuran, Demonstran Rusak dan Bakar Bank, Toko dan Sejumlah Gedung

HEBAT! Menkominfo Beri Sinyal Aplikasi Ruang Guru Bakal Jadi Unicorn ke-5 Indonesia

Lu  Shaye sebelumnya terlibat perang dingin dengan pemerintah Kanada setelah penahanan eksekutif puncak Huawei Technologies Meng Wanzhou yang menyebutnya sebagai "supremasi kulit putih".

Pernyataan Lu Shaye ini sebulan menjelang kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke China.

Lu Shaye (AFP)

"Kami menyatakan ketidakpuasan kami yang kuat atas penghinaan mendalam kami atas kemunafikan deklarasi UE serta niat gelap dari beberapa vis-à-vis China," tulis Lu Shaye dalam pernyataannya di Twitter, seperti dilansir TribunBatam.id dari South China Morning Post, Senin (7/10/2019).

"Uni Eropa telah secara terbuka memuliakan pelanggaran para perusuh," katanya. Ia juga mempertanyakan, apakah para pemimpin Eropa ingin melihat kepolisian di Hong Kong runtuh "di bawah serangan serangan najis ini".

François Godement, penasihat senior Macropn untuk Asia di think tank Institut Montaigne membalas pernyataan Lu Shaye ini sebagai “pernyataan brutal”.

Lu mengkritik pernyataan 2 Oktober yang dibuat oleh Federica Mogherini, kepala urusan luar negeri Uni Eropa yang menyebutkan bahwa kebebasan mendasar, termasuk hak berkumpul rakyat Hong Kong, harus terus ditegakkan dan kemungkinan untuk mengadakan demonstrasi damai harus dipastikan.

Macron akan mengunjungi China bulan depan untuk membahas kerja sama perubahan iklim dan promosi perdagangan bersama Presiden China Xi Jinping.

Para demonstran China sejak sebulan terakhir, selain terus meningkatkan demonstrasi secara radikal, juga terus mengkampanyekan kebebasan ke dunia internasional.

Aktivis dari lebih 20 negara mendukung gerakan pro-demokrasi China dan menggaungkan anti-totalitarian, sementara Beijing sendiri keukeuh menyatakan bahwa mereka tidak ikut campur dengan masalah Hong Kong.

Demo Makin Rusuh

Demonstran Hong Kong menghancurkan kantor cabang Bank of China, Minggu (SCMP)

Eskalasi kerusuhan di Hong Kong yang siudah berlangsung selama empat bulan semakin membesar, apalagi setelah pemerintah Hong Kong mengeluarkan larangan demonstrasi menggunakan masker atau UU anti-topeng.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved