KEPRI TERKINI
Nasib Retribusi Labuh Jangkar Kepri, Kemenhub Keluarkan Surat 'Sakti'
Selain Kepri, surat Kemenhub terkait retribusi labuh jangkar juga ditujukan untuk pemerintah Sumatra Selatan dan Sulawesi Utara. Bagaimana nasibnya?
Penulis: Endra Kaputra | Editor: Septyan Mulia Rohman
KEPRI, TRIBUNBATAM.id - Retribusi labuh jangkar di Kepri kembali menjadi sorotan.
Itu setelah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jendral Perhubungan Laut melayangkan surat kepada Kepri dan dua daerah lainnya, yakni Sumatra Selatan dan Sulawesi Utara.
Surat pada 17 September 2021 serta ditanda tangani Plt. Direktur Jendral Perhubungan Laut, Arif Toha menjelaskan penarikan retribusi daerah atas jasa labuh jangkar, penggunaan perairan dan pemanfaatan ruang perairan 0 sampai 12 mil laut tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Dengan alasan, jenis objek retribusi yang dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemda) bersifat closed list.
Sehingga Pemda tidak diperkenankan melakukan segala bentuk perluasan objek dari yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD.
Baca juga: Gubernur Kepri Ansar Ahmad Tegaskan Kelola PAD Labuh Jangkar dengan Transparan
Baca juga: Labuh Jangkar Kepri Jadi Sorotan DPRD Batam, Batam Dapat Apa?
Selanjutnya, kewenangan Pemda yang tidak diikuti dengan kewenangan pemungutan pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tidak dapat dikenakan pungutan, termasuk kewenangan provinsi untuk pengelolaan/pemanfaatan ruang laut dalam batas 12 mil.
Pemungutan retribusi labuh jangkar di Kepri sebelumnya dilakukan di area labuh jangkar Galang, Kota Batam pada Rabu (3/3/2021) siang.
Proses hingga akhirnya daerah diperbolehkan memungut retribusi labuh jangkar ini diketahui sudah terjadi setidaknya sejak Januari 2019 lalu.
Kewenangan penarikan retribusi labuh jangkar ini, berpotensi mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Mantan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kepri, Jamhur Ismail kala itu mengatakan, PAD Kepri bisa bertambah sekitar Rp 60-100 miliar dari retribusi labuh jangkar ini.
Namun, ini adalah tahap permulaan karena dari perkiraan Menko Perekonomian, potensi labuh jangkar serta jasa-jasa lainnya bisa mencapai Rp 6 triliun.
“Ini angka yang paling rendah, sebenarnya. Sebab, ceruk di Selat Malaka ini sangat besar, mencapai 120 miliar dolar AS.
Wow, kalau dirupiahkan dengan kurs saat ini, Rp 14.500, nilainya Rp 1.740 triliun.
Sayang sekali karena selama bertahun-tahun semuanya hanyut begitu saja,” ucapnya.
Baca juga: Djasarmen Merasa Puas Kepri Akhirnya Kelola Labuh Jangkar, Lakukan Ini saat Duduk di Komite II DPD
Baca juga: Targetkan Rp 700 Juta Sehari dari Labuh Jangkar, Gubernur Kepri Ungkap Kendala Dihadapi
Tidak hanya itu saja, dalam isi surat tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memproses ketidaksesuaian pengenaan retribusi Pelayanan Kepelabuhanan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kepri, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, dan Pemerintah provinsi Sulawesi Utara sesuai dengan ketentuan pengawasan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2021 tentang PDRD dalam rangka mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan Daerah.
Kementerian Perhubungan akan melakukan pengawasan atas pengenaan pungutan pelayanan kepelabuhanan untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan Kemendagri dan Kemenkeu.
Sehubungan hal tersebut diatas, agar para Kepala Kantor di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut tetap melaksanakan pengenaan tarif PNBP sesuai PP Nomor 15 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Perhubungan.
SEJAK Zaman Nurdin Basirun
Upaya Pemprov Kepri dalam memperjuangkan retribusi labuh jangkar tidak selamanya mulus.
Perjuangan tersebut dimulai ketika Pemprov Kepri dipimpin Gubernur Kepri sejak 2019 silam.
Melalui Kepala Dinas Perhubungan, Jamhur Ismail, Pemprov Kepri terus berupaya memperjuangkan pemungutan retribusi labuh jangkat ke pemerintah pusat.
Baca juga: Soal Jembatan Batam Bintan, Ansar Vicon dengan Menko Marves hingga Bahas Labuh Jangkar
Baca juga: Soal Labuh Jangkar di Kepri, Ansar Ahmad Ingin Ditata Makin Baik, Yakin Ekonomi Maju
Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), H. Ansar Ahmad sebelumnya meluncurkan pemungutan perdana retribusi labuh jangkar pada Rabu (3/3/2021) siang.
Acara peluncuran tersebut berlangsung di area labuh jangkar Galang Kota Batam.
Kementerian Perhubungan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan hadir dalam rangkaian acara tersebut.
Kepala Bidang Perhubungan Laut Dinas Perhubungan Pemprov Kepri, Azis Kasim Djou mengatakan, perjuangan Pemerintah Provinsi Kepri untuk memperoleh hak mengelola retribusi area labuh jangkar sudah cukup lama.
Setidaknya upaya itu dimulai sejak Januari 2019 lalu.
Pemprov Kepri terus memperjuangkan retribusi labuh jangkar ke pemerintah pusat.
"Namun baru sekarang perjuangan tersebut berhasil. Dengan diberikannya hak penarikan retribusi area labuh jangkar, kita optimis akan memperbesar pendapatan daerah," jelas Azis Kasim pada media Selasa (2/3) sore.
Menurut Azis, hasil konsolidasi akhir terkait pemungutan retribusi labuh jangkar di perairan Galang dengan Manajemen PT. Bias Delta Pratama (Pengelola Area Labuh Jangkar), telah disepakati beberapa hal.
Pertama, pihak pengelola (PT. Bias Delta Pratama) sangat berterima kasih dikunjungi Pemprov Kepri dan siap memenuhi kewajiban pembayaran retribusi kepada Pemprov Kepri mulai besok, Rabu 3 Maret 2021.
Kedua, pihak pengelola siap menyambut kebijakan baru tentang retribusi area labuh jangkar dan siap memberi dukungan penuh demi kemajuan daerah.
"Ketiga, para pengelola area labuh jangkar siap menyukseskan acara peluncuran pemungutan perdana retribusi area labuh jangkar di Galang yang akan dilaksanakan besok," jelas Azis.
Baca juga: Titik Labuh Jangkar Kepri Bertambah, Ansar Ahmad Kejar Target Retribusi Rp 200 M Per Tahun
Baca juga: Pungutan Jasa Labuh Jangkar di Kepri, APBD Diprediksi Bakal Bertambah Rp 200 Miliar
Dia menjelaskan, pengelolaan retribusi area labuh jangkar oleh daerah merupakan bagian dari semangat dari pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Otonomi Daerah.
Dalam undang-undang tersebut, diatur tentang kewenangan daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut paling jauh 12 mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.
"Kita ingin mewujudkan area labuh jangkar yang aman, nyaman, terkendali, tarif kompetitif dan berdaya saing serta memberikan pendapatan bagi daerah yang maksimal," tegas Azis.
BERPOTENSI Sampai Rp 6 Triliun
MANTAN Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kepri, Jamhur Ismail kala itu mengatakan kewenangan yang dilimpahkan ke Kepri adalah lay up atau parkir kapal serta ship to ship atau parkir sementara. Biasanya kegiatan ini berupa pengisian bahan bakar dan logistik kebutuhan kapal.
Sementara itu, jasa-jasa kepelabuhan dan navigasi lainnya tetap menjadi kewenangan Kemenhub berbentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Meskipun demikian, kata Jamhur, pelayanan terhadap kapal-kapal tersebut tetap satu pintu agar lebih mudah.
“Nanti kita akan bentuk semacam Samsat Laut.
Namanya Reception Facilities (RF). Jadi, mereka tetap bayar sekali untuk seluruh retribusi dan jasa.
Baca juga: TARIF Mahal hingga Adminstrasi Rumit, Ini Deretan Pemicu Labuh Jangkar di Kepri tak Bisa Bersaing
Baca juga: Terkait Retribusi Labuh Jangkar, Ombudsman Kepri Sarankan Hal Ini ke Pemprov
Nanti di darat baru kita bagi, mana yang untuk pemerintah pusat dan mana yang untuk daerah. Ya, seperti Samsat,” kata Jamhur.
Jamhur menyebut, seluruh aturan sudah lengkap.
Dia mengatakan, titik terang pengelolaan labuh jangkar ini adalah perjuangan panjang, selama lebih dari tiga tahun, sejak pemerintahan almarhum H. Muhammad Sani.
“Sudah tiga tahun kita berjuang, sampai bersengketa dengan Kemenhub di Kementerian Hukum dan Ham, namun jalannya tetap lambat,” kata Jamhur.
Akhirnya, pada saat pendapatan pemerintah daerah anjlok oleh Covid-19, pemerintah pusat melalui Menko Marvest akhirnya memberikan perolehan yang sebenarnya menjadi hak Provinsi Kepri.
Hal itu sesuai dengan UU Pemerintahan Daerah bahwa jarak 12 mil dari garis pantai adalah kewenangan pemerintah provinsi.
Jamhur menargetkan, PAD Kepri bisa bertambah sekitar Rp 60-100 miliar dari retribusi labuh jangkar ini.
Namun, ini adalah tahap permulaan karena dari perkiraan Menko Perekonomian, potensi labuh jangkar serta jasa-jasa lainnya bisa mencapai Rp 6 triliun.
“Ini angka yang paling rendah, sebenarnya. Sebab, ceruk di Selat Malaka ini sangat besar, mencapai 120 miliar dolar AS.
Wow, kalau dirupiahkan dengan kurs saat ini, Rp 14.500, nilainya Rp 1.740 triliun.
Sayang sekali karena selama bertahun-tahun semuanya hanyut begitu saja,” tegas Jamhur.(TribunBatam.id/Endra Kaputra/Thomm Limahekin)
Baca juga berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang Kepri