KEPRI TERKINI

Gubernur Surati Menteri Perhubungan, Sikapi Polemik Labuh Jangkar di Kepri

Gubernur Kepri Ansar Ahmad melakukan sejumlah upaya terkait polemik labuh jangkar di Kepri. Di antaranya berkirim surat dengan Menteri Perhubungan.

Penulis: Endra Kaputra | Editor: Dewi Haryati
TribunBatam.id/Istimewa
Gubernur Surati Menteri Perhubungan, Sikapi Polemik Labuh Jangkar di Kepri. Foto Gubernur Kepri, Ansar Ahmad bersama Menteri Perhubungan RI, Budi Karya Sumadi di Bandara Hang Nadim Batam, Kamis (16/9/2021). 

KEPRI, TRIBUNBATAM.id - Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Ansar Ahmad telah menyurati Menteri Perhubungan RI, Budi Karya Sumadi.

Itu guna menindaklanjuti perihal penyelesaian pengenaan retribusi pelayanan kepelabuhanan, khususnya jasa labuh jangkar oleh pemerintah daerah yang beredar luas di masyarakat.

Gubernur Kepri menegaskan, hal ini sangat perlu disikapi dan ditanggapi demi kepastian hukum dan penegakan hukum.

Selain itu guna menghapus pemahaman kurang baik dalam pelaksanaan tugas Pemerintahan oleh Pejabat Pemerintahan sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Menyikapi kesimpang siuran ini, Pemprov Kepri memutuskan menghentikan sementara pungutan retribusi daerah berdasarkan surat dari Menteri Perhubungan.

Meski begitu, Pemprov Kepri akan melakukan langkah upaya hukum dengan meminta fatwa dari Mahkamah Agung (MA) RI terkait pemahaman regulasi hukum yang mengatur terkait pelayanan retribusi kepelabuhan daerah.

Tujuan surat tersebut sekaligus untuk menghilangkan praduga Pemprov telah mengenakan pungutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan berdampak biaya tinggi.

Baca juga: 5 Poin Kesepakatan Pemprov Kepri dan Kemenhub Soal Labuh Jangkar Tahun 2018

Baca juga: POLEMIK Labuh Jangkar Kepri, Ombudsman Kepri: Jangan Main Kirim Surat Saja

Ansar menegaskan, sejauh ini Pemprov sangat taat atas asas hukum dalam pemberlakukan retribusi daerah dengan mengacu pada ketentuan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD).

Dalam aturan itu menegaskan, bahwa objek retribusi pelayanan kepelabuhanan adalah pelayanan jasa kepelabuhanan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Rincian atas jenis-jenis jasa pelayanan kepelabuhan termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 diuraikan secara teperinci sebagai norma, standar, prosedur dan kriteria yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 72 Tahun 2017 tentang Jenis, Struktur, Golongan dan Mekanisme Penetapan Tarif Jasa Kepalabuhanan, yang mengelompokkan tarif pelayanan kepelabuhanan menjadi dua jenis.

Yang meliputi jenis tarif pelayanan jasa kepelabuhanan dan jenis tarif pelayanan jasa terkait kepelabuhan.

“Total jenis pungutan jasa sebanyak 50 jenis dan dalam penerapannya di lingkungan pelabuhan wajib mengacu dan mempedomani akan hak kepemilikan, hak penyediaan dan/atau hak pengelolaan,” kata Ansar, Selasa (21/9/2021).

Adapun dalam pungutan jasa kepelabuhanan di lingkungan pelabuhan, harus disesuaikan dengan perkembangan pengaturan pembagian wewenang akan pengelolaan wilayah laut.

Maka sesuai amanah Pasal 18A UUD 1945, Pasal 27 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 75 ayat (6) UU Nomor 17 Tentang Pelayaran, terdapat kewenangan atribusi oleh Daerah Provinsi dalam pengelolaan wilayah laut yang mengakibatkan adanya hak pungutan terhadap 2 jenis jasa pelayanan kepelabuhanan di lingkungan pelabuhan.

Jasa itu dikenakan berkaitan dengan pemanfaatan ruang laut yaitu jasa labuh/parkir kapal dan penggunaan perairan yang berlangsung di dalam ruang laut hak pengelolaan daerah provinsi yaitu di dalam 12 mil laut dari garis pantai.

“Oleh karenanya diusulkanlah ke 2 jenis pungutan jasa pelayanan kepelabuhanan tersebut ke dalam rancangan peraturan daerah tentang retribusi daerah dan dibahas dengan mekanisme sesuai dengan UU 28 Tahun 2009.

Kemudian disetujui dan disahkan menjadi Perda Nomor 9 Tahun 2017 tentang Retribusi Daerah Provinsi Kepri,” jelas Ansar lagi.

Untuk meluruskan kesimpang siuran ini, Ansar mengatakan, bahwa penerapan Perda Nomor 9 Tahun 2017 terkait jasa pelayanan kepelabuhanan pada pelayanan kepelabuhanan yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi tidak pernah gegabah untuk diterapkan.

Lantaran saat Perda tersebut diundangkan seluruh pungutan jasa labuh dan penggunaan perairan yang sebelumnya merupakan pungutan PT. Pelindo (Persero), telah diambil alih pemungutannya oleh Kementerian Perhubungan.

Itu berlaku sejak September 2015 di semua wilayah perairan tanpa membedakan wewenang akan pengelolaan wilayah laut.

Baca juga: DAFTAR Tarif Labuh Jangkar di 3 Titik Pelabuhan di Batam

Baca juga: Nasib Retribusi Labuh Jangkar Kepri, Jumaga Nadeak: Kita Akan Intervensi

“Terkait hal ini perlu diselaraskan kembali agar pungutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak ada pungutan berganda.

Yaitu dengan cara pungutan Pemerintah Pusat untuk ke 2 jenis jasa tersebut di dalam 12 mil untuk dihentikan.

Mengingat Pemprov sudah siap melaksanakan wewenangnya atas pemanfaatan wilayah laut, sehingga pasal 115 ayat (2) UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang mengatur bahwa Pemerintah mengambil alih wewenang karena Pemerintah Daerah tidak melaksanakan wewenangnya gugur dengan sendirinya,” kata mantan anggota DPR RI ini.

Upaya Gubernur untuk lebih meyakinkan jenis pungutan jasa kepelabuhanan hak daerah tersebut dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian guna menghindari biaya tinggi karena pungutan berganda, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan memberikan kepastian kepada masyarakat/badan usaha pengguna.

Maka Pemprov melakukan beberapa upaya hukum, administratif serta pelayanan, untuk memperjelas perbedaan dan pemisahan akan wilayah berlakunya pungutan jasa labuh dan penggunaan perairan yang tertuang dalam PP Nomor 15 Tahun 2016 dengan yang tertuang didalam Perda Nomor 9 Tahun 2017.

“Saat ini kita sedang meminta penjelasan kepada Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan yang telah menjelaskan bahwa jasa labuh yang dipungut Kementerian Perhubungan adalah atas penggunaan alur pelayaran. Di samping kita juga minta agar diselesaikan sengketa peraturan perundang-undangan melalui jalur non litigasi di Kementerian Hukum dan HAM sebagaimana amanah pasal 16 UU Nomor 30 Tahun 2014.

Kesimpulan hasil sidang di antaranya telah menguatkan hak daerah atas pungutan jasa labuh dalam arti parkir kapal dan penggunaan perairan dalam 12 mil menjadi hak daerah dan diatas 12 mil merupakan wewenang Pemerintah Pusat.

Dengan hasil sidang berupa kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan dan ditandatangani bersama antara Pemprov Kepri dengan Kementerian Perhubungan dengan disaksikan oleh Majelis Pemeriksa dan Kementerian terkait,” katanya.

Selain itu, Gubernur juga meminta agar legal opinion dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri yang telah memberikan pendapat hukumnya yaitu menguatkan hak daerah atas otonomi pengelolaan wilayah laut 0-12 mil, dengan mempertegas bahwa tindakan pungutan PNBP Kementerian Perhubungan terhadap pungutan atas pemanfaatan wilayah laut dalam 12 mil sesungguhnya telah bertentangan dengan asas legalitas.

Kemudian memohon pendapat juga kepada Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri yang telah memberikan tanggapan dengan penegasan bahwa sudah sewajarnya Pemerintah Daerah melaksanakan hak atas wewenang yang telah diberikan melalui amanah peraturan perundang-undangan untuk memberikan kepastian pelayanan public.

Baca juga: Upaya Pemprov Kepri Tarik Retribusi Labuh Jangkar, Target Rp 200 M per Tahun

Terakhir meminta adanya asistensi kepada Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kepri yang telah menegaskan bahwa pungutan daerah provinsi adalah kegiatan labuh kapal di ruang perairan pelabuhan dan wilayah labuh serta penggunaan perairan di wilayah kewenangan daerah provinsi yaitu dari garis pantai sampai dengan paling jauh 12 mil laut, dan tidak berlaku pada wilayah perairan diatas 12 mil dari garis pantai.

“Bahkan laporan hasil audit BPK Perwakilan Kepri tahun anggaran 2019, menegaskan kepada Pemprov Kepri untuk segera melaksanakan pungutan jasa labuh yang merupakan wewenangnya dengan membuat kesepakatan teknis dengan Kementerian Perhubungan,” jelas Gubernur lagi.

Adapun untuk area perairan dalam 12 mil yang berfungsi sebagai pelabuhan (area labuh jangkar), telah dilakukan langkah pengaturan dan pengawasan serta promosi yang maksimal sebagai bentuk pelayanan yang berkelanjutan berupa pengalokasian dalam tata ruang laut dan secara bertahap melakukan survey hidro oseanografi, studi lingkungan dan pengawasan lingkungan laut serta pengawasan pelaksanaan dengan membentuk satuan tugas pengawasan dan promosi oleh Gubernur serta pelayanan secara online yang sedang dalam tahapan penyiapan.

“Mengacu pada landasan hukum peraturan perundang-undangan, kesepakatan sidang penyelesaian sengketa perundang-undangan, pendapat hukum, pertimbangan, asistensi dan catatan saran LHA BPK RI, maka Pemprov Kepri berkali-kali meminta penyelarasan dengan Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan tetapi sayangnya permohonan tersebut tidak pernah ditanggapi, justru pada tanggal 17 September 2021, Plt. Dirjen Perhubungan Laut menyampaikan surat kepada para Kepala KSOP dan UPP se Kepri, termasuk Sulut dan Sumsel dengan memberikan penjelasan yang cenderung kurang tepat dan kesimpulan pandangan terhadap Perda Nomor 9 Tahun 2017 tanpa dasar dan klarifikasi dengan Pemprov Kepri,” kata Gubernur menyayangkan.

Isi surat tersebut, kata Gubernur lagi, dinilai bertentangan dengan seluruh pertimbangan hukum, pendapat, hasil sidang non litigasi dan kesepakatan yang telah dibuat bersama serta surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 550/10589/SJ tanggal 30 November 2018, dengan mengarahkan para Kepala KSOP dan UPP untuk melakukan perbuatan melampaui wewenang berupa anjuran pelaksanaan pungutan jasa PNBP melampaui batas berlakunya wewenang, tanpa koordinasi sedikitpun dengan Pemprov Kepri yang berdampak pada timbulnya sengketa kewenangan.

Atas dasar hal itu semua, Gubernur pun memohon kepada Menteri Perhubungan agar dapat menyelesaikan persoalan tersebut dengan cara menginstruksikan agar Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melaksanakan hasil kesepakatan dengan Pemprov Kepri khusus terkait pungutan jasa labuh dan penggunaan perairan yang telah disepakati di Kementerian Hukum dan HAM pada tanggal 31 Oktober 2018, dan bersama-sama Pemprov Kepri melakukan harmonisasi teknis dalam penerapannya.

“Kita dalam bekerja sudah sesuai aturan hukum, dan kita menyurati Menteri Perhubungan dengan tujuan untuk meluruskan tatanan hukum yang kita nilai kurang pas,” tutup Gubernur..

(Tribunbatam.id/endrakaputra)

Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google

Berita Tentang Kepri

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved