Australia Bakar 3 Kapal Tangkap Ikan Indonesia, Langkah Tegas Atasi Illegal Fishing
Tidak hanya Indonesia, pemerintah Australia juga mengambil langkah tegas dengan membakar kapal penangkap ikan dan hasil laut secara ilegal.
Tak satu pun dari nelayan yang ditahan atau diadili, meski pun itu merupakan opsi yang sebelumnya ditempuh oleh pihak berwenang Australia.
Laksamana Hill mengatakan peningkatan penangkapan ikan ilegal ini lebih didorong oleh faktor ekonomi di Indonesia daripada kurangnya penegakan hukum oleh otoritas Australia karena masalah keamanan Covid-19.
Saat petugas dari pihak berwenang naik ke kapal ilegal asal Indonesia tersebut mereka menggunakan alat pelindung diri (APD) untuk meminimalisasi risiko penularan Covid-19.
Operasi tersebut disambut baik oleh para nelayan Australia, meski pun beberapa mengatakan pihak berwenang lambat bertindak dan hanya melakukannya setelah publisitas media.
Grant Barker, direktur Northern Wildcatch Seafood Australia, mengatakan dia prihatin dengan meningkatnya jumlah kapal penangkap ikan ilegal selama beberapa waktu ini.
Baca juga: ILLEGAL Fishing Tak Hanya di Kepri, Bakamla Ciduk 2 Kapal Malaysia Curi Ikan di Pulau Rupat
Baca juga: Polisi Ringkus 7 Tersangka TPPO, Kasus 2 WNI Kabur dari Kapal Tangkap Ikan Berbendera China
"Kami memiliki lima kapal yang beroperasi di sana, jadi kami cukup sering berinteraksi dengan nelayan ilegal. Kami menghabiskan cukup banyak waktu dengan Border Force, AFMA (Otoritas Pengelolaan Perikanan Australia) dan Departemen Perikanan negara bagian Australia Barat, mencoba untuk bisa tetap mengatasi mereka," sebut Grant.
Grant menyambut baik laporan 16 kapal telah dicegat, dengan tiga lainnya dihancurkan.
"(Ada upaya untuk) bekerja sama mengurangi masalah penangkapan ikan illegal itu dan membawa orang-orang ini menjauh dari terumbu karang dan kembali ke sisi perairan mereka. Saya pikir ini upaya yang fantastis," ujar dia.
Namun, dia khawatir upaya itu dilakukan dengan sangat lambat dan hanya terjadi setelah nelayan komersial dan operator charter mendekati media.
"ABC memberitakan cerita ini ... beberapa minggu yang lalu, dan saya pikir itu mendorong pemerintah dan pihak berwenang untuk berkolaborasi dan mengurangi masalah. Kita seharusnya tidak begitu, kita harus lebih baik dari itu," sebutnya.
Grant mengatakan yang diperlukan untuk melindungi perikanan utara Australia adalah upaya yang berkelanjutan dari pihak berwenang Australia dan dukungan yang lebih besar untuk orang-orang yang terkena dampak bencana alam di Indonesia.
Baca juga: Mandor Kapal Jadi Tersangka, Dugaan Tindak Kekerasan ABK yang Meninggal Dunia di Kapal Tangkap Ikan
Baca juga: 6 Indonesian Regions Most Prone to Illegal Fishing, North Natuna Sea was The First
“Peningkatan serbuan (nelayan dari Indonesia) dan pelanggaran lainnya adalah akibat dari angin topan yang melewati wilayah selatan Indonesia. Itu masalah bagi Pemerintah Indonesia, mereka perlu memberikan bantuan kepada rakyatnya ketika mereka mengalami bencana alam itu. Bukan tugas Australia untuk melonggarkan perbatasannya dan membiarkan mereka masuk ke perairan kita dan mengeksploitasi dan menjarah sistem terumbu karang kita," ucapnya.
Laksamana Muda Mark menolak disebut terlambat, karena menurutnya pengawasan dan pencegatan saat itu sudah berlangsung.
"Saya kecewa mendengar pendapat orang bahwa respon kami terhadap peningkatan aktivitas di Rowley Shoals lambat. Kadang-kadang, karena faktor geografi, dibutuhkan beberapa waktu untuk memindahkan kapal dari satu titik di sekitar pantai ke titik lainnya," ungkapnya.(TribunBatam.id) (Kompas.com)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang Illegal Fishing
Sumber: Kompas.com