HUMAN INTEREST

Anak Suku Laut Pulau Gara Batam Berjuang untuk Sekolah, 'Kami Ingin Cucu Dapat Pendidikan'

Melihat lebih dekat hak pendidikan anak suku laut Pulau Gara Batam, Provinsi Kepri. Bagaimana perjuangan mereka untuk bisa sekolah?

Penulis: Novenri Halomoan Simanjuntak | Editor: Septyan Mulia Rohman
TribunBatam.id/Noven Simanjuntak
Potret anak suku laut Pulau Gara, Kota Batam, Provinsi Kepri saat asyik memancing ikan karang. 

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Kota Batam, Provinsi Kepri dengan sejumlah gemerlap pembangunannya ternyata belum dirasakan sejumlah warganya.

Agar menepi dari pusat kota yang dikenal akan sektor industri dan pariwisatanya ini, potret kehidupan berbeda bisa dilihat di Pulau Gara.

Di sini, mayoritas penduduk yang bermukim merupakan suku laut yang sudah tinggal lebih dari 30 tahun.

Selama itu pula, warga berjuang untuk bertahan hidup, jarang dari sentuhan pembangunan.

Salah satu yang terlihat jelas di antaranya tidak adanya fasilitas pendidikan di pulau ini.

Satu-satunya gedung Sekolah Dasar yang dapat diakses oleh anak-anak suku laut Pulau Gara terletak di Pulau Bertam yang berjarak tempuh lebih kurang 10 menit bila dihitung dari rumah.

Dan bila ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) anak-anak suku laut Pulau Gara juga harus menyebrang lautan dengan menempuh jarak yang cukup jauh hingga memakan waktu lebih kurang 30 menit ke Pulau Kasu.

Baca juga: KISAH Kepala Suku Laut Batam, Pindah Rumah dari Perahu ke Pulau Gara Demi Anak Cucu

Baca juga: TOLAK Rumah Cuma Ditambal, Suku Laut Warga Pulau Bertam Minta Rumahnya Dibangun Ulang

Potret warga suku laut Pulau Gara, Kota Batam, Provinsi Kepri, Selasa (18/1/2022).
Potret warga suku laut Pulau Gara, Kota Batam, Provinsi Kepri, Selasa (18/1/2022). (TribunBatam.id/Noven Simanjuntak)

Jangan pikir untuk sekolah anak-anak pesisir ini sama seperti anak sekolah pada umumnya.

Menggunakan boat pancung setiap hari untuk menyeberang pulau, tak jarang mereka harus mengangkat boat pancungnya ketika air laut sedang surut.

Kalau kondisi sudah seperti ini, lumpur hingga jarak ratusan meter pun tak mereka hiraukan.

Bahkan luka lecet karena bagian tubuh terkena batu karang yang tajam sudah terbiasa mereka rasakan.

Bahkan, bila tak memungkinkan anak-anak suku laut akhirnya tidak bersekolah lantaran tidak mampu menarik atau mengangkat boat pancungnya menuju bibir laut saat kondisi halaman depan rumahnya yang surut.

"Kalau sudah mau masuk musimnya begini laut kering, Pak. Jadi susah kalau mau beraktivitas untuk antar anak sekolah, orang sakit atau acara mendadak. Kalau kering panjangnya bisa sampai 180 meter sampai ke bibir laut," sebut Zamaludin, Kepala Suku Laut Pulau Gara kepada TribunBatam.id.

Usia Zamaludin memang tak lagi muda, namun ia masih ingat betul potret leluhurnya termasuk cerita hingga akhirnya suku laut bermukim di Pulau Gara.

Baca juga: Berjuang di Masa Pandemi, Suku Laut Lingga Jual Sampan ke Pulau-Pulau

Baca juga: Kisah Atan Orang Suku Laut di Lingga, Jajakan Sampan Buatannya di Tengah Pandemi

Menjabat sebagai RT sejak tahun 1992, Zamaludin bercerita bahwa dari leluhurnya memang tidak mengenal akan pendidikan ataupun bersekolah.

Sumber: Tribun Batam
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved