BERITA MALAYSIA
Kemenlu Ungkap PMI Ilegal Tujuan Malaysia via Kepri Meningkat Tajam Selama 2021
Data Kemenlu mengungkap Kepri masih dipilih PMI ilegal untuk berangkat ke negeri jiran Malaysia. Jumlahnya pun mencengangkan.
MALAYSIA, TRIBUNBATAM.id - Kementerian Luar Negeri mengungkap jika negeri jiran Malaysia masih menjadi magnet bagi warga negara Indonesia (WNI) untuk merubah nasib.
Meski sudah banyak kasus kelam terkait perlakuan mereka selama di sana.
Termasuk bertaruh nyawa dalam perjalanan karena menggunakan jalur tak resmi alias ilegal.
Provinsi Kepri menjadi salah satu jalur yang kerap dipilih untuk memberangkatkan pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal ini.
Yang menghentak publik, insiden boat tenggelam yang memuat puluhan PMI ilegal dari sejumlah wilayah di Indonesia di perairan Johor Bahru pada akhir tahun 2021.
Tidak hanya Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo bahkan memberi atensi dan menginstruksikan untuk mengusut tuntas kasus ini.
Polri pun bergerak. Melalui satgas kemanusiaan, mereka menangkap sedikitnya 4 tersangka dari sejumlah lokasi.
Baca juga: Perampok Bobol Mesin ATM di Negeri Jiran Malaysia, Ahli Sebut Ada Penggunaan Bahan Peledak
Baca juga: Polisi Batam Tangkap Pemilik Kapal Pembawa PMI Ilegal Terbalik di Johor Malaysia
Peran mereka pun beragam. Ada yang mencari, menampung sementara PMI ilegal hingga memberangkatkan mereka.
Data Kemenlu pun mengungkap jumlah WNI yang mencoba masuk Malaysia lewat jalur tak resmi melesat hingga 146 persen dari 2020 ke 2021.
Khususnya dari wilayah semenanjung baik dari Provinsi Kepri maupun Sumatra.
Jumlah tersebut didapatkan dari kejadian kecelakaan kapal serta penangkapan WNI yang melakukan upaya pemberangkatan ke Malaysia secara ilegal.
Sementara sejak awal tahun hingga bulan Februari ini, sudah ada 278 warga negara Indonesia (WNI) yang tertangkap lantaran mencoba memasuki wilayah Malaysia secara ilegal.
Data tersebut berdasarkan informasi dari Konsulat Republik Indonesia di Tawau, Malaysia.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Judha Nugraha mengatakan, persentase lonjakan jumlah WNI yang berupaya masuk Malaysia secara ilegal bisa jadi jauh lebih besar.
Dugaan itu karena data riil yang didapatkan saat ini hanya berdasarkan pada jumlah WNI yang tertangkap dan teridentifikasi oleh otoritas Indonesia maupun Malaysia.
Baca juga: Pengusaha Malaysia Menjerit, Negeri Jiran Bakal Naikkan Upah Minimum Rp 5,1 Juta
Baca juga: Malaysia Memang Beda, Negeri Jiran Tentukan Harga CPO Bahan Utama Minyak Goreng
"Pada wilayah perbatasan, di Kalimantan, konsulat kita di Tawau melaporkan ada 278 WNI yang tertangkap karena mencoba masuk secara ilegal ke Malaysia dari periode Januari ke Februari," jelas Judha dalam press briefing yang diadakan secara daring, Kamis (10/2/2022).
Ia pun mengatakan, pada 2021 jumlah WNI yang berupaya masuk Malaysia secara ilegal meningkat hingga 146 persen dari tahun sebelumnya.
Judha menegaskan, dengan kondisi saat ini diperlukan langkah penanganan lebih lanjut oleh kedua negara, yakni dengan pengawasan perbatasan yang lebih ketat, penegakan hukum yang tegas terhadap pihak yang memberangkatkan.
Serta penegakan hukum kepada majikan yang mempekerjakan pekerja asing ilegal di Malaysia.
"Ini adalah fenomena gunung es. Itu angka yang kita ketahui, angka sebenarnya jaug lebih besar," kata Judha.
KISAH Pilu Ibu & Anak di Negeri Jiran
Kisah pilu Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal yang masuk secara ilegal ke negeri jiran, Malaysia masih saja terdengar.
Masih ternginang kisah pilu puluhan PMI yang berangkat dari pelabuhan tak resmi di Pulau Bintan hingga mengalami insiden di perairan Johor Bahru Malaysia pada akhir Desember 2021 lalu.
Kini cerita pilu datang dari Lastri (53) dan anaknya Nur Kholifah (21).
Warga Desa Bogorego, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) ini merupakan korban perdagangan orang di Malaysia.
Berada di negeri jiran sejak tahun 2019, Lastri dan Nur Kholifah bekerja selama 24 jam dan tak digaji di rumah majikannya.
Baca juga: 7 Personel Polres Bintan Diperiksa Propam Polda Kepri Terkait Kasus PMI Ilegal, Ini Hasilnya!
Baca juga: Kapal Terbalik di Johor, 13 PMI Ilegal Terapung di Air Berjam-jam, Polresta Barelang Kontak Malaysia
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) bereaksi setelah tahu apa yang dialami warga Indonesia itu.
Mereka mendesak Pemerintah Malaysia untuk menghukum tegas majikan atau pemberi kerja bagi para pekerja migran ilegal.
Pemerintah Indonesia dan Malaysia masih membahas nota kesepahaman (MoU) mengenai penempatan dan perlindungan pekerja di sektor domestik.
Nota kesepahaman tersebut sebelumnya telah disepakati kedua negara pada tahun 2006, kemudian diperpanjang tahun 2011, dan telah habis masa berlakunya sejak tahun 2016.
Saat ini, sedang dilakukan upaya negosiasi Indonesia agar MoU tersebut bisa menjadi dasar penempatan dan perlindungan pekerja migran di Malaysia.
Namun demikian, hingga saat ini proses negosiasi tersebut masih belum menemui kata sepakat.
"Kami mendorong penegakan hukum tegas terhdap pelaku-pelaku yang memberangkatkan pekerja migran Indonesia dengan modus tindak perdagangan orang tersebut dan mendesak Malaysia untuk melakukan tindakan tegas ke majikan-majikan yang mempekerjakan pekerja migran Indonesia undocumented, bahkan melakukan pola kerja paksa ke pekerja migran dengan hukuman yang setimpal," ujar Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI), Judha Nugraha dalam press briefing yang diadakan secara daring, Kamis (3/2/2022).
Hukuman terhadap pemberi kerja yang mempekerjakan pekerja migran ilegal sendiri tertuang dalam UU Imigrasi Malaysia tahun 1959.
Judha mengungkapkan, kejadian yang menimpa Lastri dan Nurkhofifah merupakkan fenomena gunung es akibat maraknya pemberangkatan pekerja migran secara ilegal.
Fenomena tindak perdagangan orang dengan dalih pemberangkatan pekerja migran ini dilakukan dengan berbagai modus.
Baca juga: Terungkap, Calon PMI Ilegal di Karimun Bayar Rp 6,5 Juta Demi Bekerja di Malaysia
Baca juga: Dari Negeri Jiran Malaysia, 4.760 Pekerja Migran Masuk Lewat Batam Sepanjang 2022
Mulai dari memberi janji penipuan dengan upah tinggi dengan pekerjaan yang tidak realistis di Malaysia, hingga jeratan utang dalam bentuk keluarga mendapatkan uang di awal.
"Berangkat ke Malaysia dengan status pekerja migran undocumented, disertai pola pemberangkatan dengan modus tindak perdagangan orang membuat mereka dalam posisi rentan dan tereksploitasi di Malaysia, ini yang dialami Ibu Lastri dan anaknya Nur Kholifah," kata Judha.
Judha menambahkan, saat ini masih ada beberapa pending issue yang belum disepakati Indonesia dan Malaysia.
Antara lain meminta agar Malaysia dapat menghapus System Maid Online.
Termasuk sistem rekrut langsung yang mem-by pass UU Nomor 18 tahun 2017 kita. Sehingga, pekerja migran sektor domestik bisa berangkat ke Malaysia melalui prosedur yang benar.(TribunBatam.id) (Kompas.com/Mutia Fauzia)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang Malaysia
Sumber: Kompas.com