Mahmud Riayat Syah Pahlawan Nasional

Sultan Mahmud Riayat Syah: Strategi Gerilya Laut dalam Perang

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sultan Mahmud Riayat Syah

TRIBUNBATAM.id - Pasukan lanun yang diundang oleh Sultan Mahmud Riayat Syah mulai menyusup ke teluk dan selat di sekitar Tanjungpinang pada awal Mei 1787.

Mereka tidak berpenampilan sebagai lanun, melainkan seperti masyarakat biasa dan saudagar yang berkesan menjadi tamu Sultan.

E. Netscher, seorang administratur Pemerintah Belanda dalam kumpulan laporannya yang berjudul “De Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865” menuliskan, geliat pelayaran di sekitaran Pulau Bintan menjadi ramai dengan kedatangan puluhan kapal dari berbagai penjuru.

Baca: Sultan Mahmud Riayat Syah: Siapakah Dia?

Baca: Gubernur Nurdin Ingin Sultan Mahmud Riayat Syah Jadi Motivasi Bangkitkan Kejayaan Bahari

Baca: Plakat Sultan Mahmud Riayat Syah Diarak Keliling Tanjungpinang dan Lingga

Kapal-kapal itu ada yang menepi di Tanjunpinang melalui selat Penyenyat, Senggarang dan terusan Riau. Sebagiannya yang lain ada juga yang meneruskan perjalanan menuju selat Singapura.

Keadaan itu tidak disangka oleh pihak Belanda karena penampilan para lanun dan tentara bantuan dari beberapa kerajaan Melayu di sekitarnya itu tak seperti biasanya.

Namun pada 13 Mei, tiba-tiba saja kapal-kapal yang diduga hendak keluar dan pulang dari kunjungan ke Riau itu justru merapat di beberapa kapal perang Belanda dan sebagian langsung menuju benteng di Tanjungpinang.

Maka, ketika itulah meletus perang Tanjungpinang dan membuat seluruh pasukuan Belanda tidak bisa bersiap diri.

Buyong Adil, sejarawan dari Kerajaan Johor menuliskan, dan begitu juga Raja Ali Hali dalam Tuhfah an-Nafis menuliskan juga kisah itu dalam gambaran singkat.

Baca: RESMI! Sultan Mahmud Riayat Syah Jadi Pahlawan Nasional Asal Kepri

Serangan lanun yang tiba-tiba itu membuat benteng pertahanan Belanda di Tanjungpinang tidak berfungsi maksimal.

Para pasukan di benteng kocar kacir dan ditaklukan dengan lebih mudah karena titik-titik penting telah dikuasai oleh para lanun.

Demikian juga kapal-kapal perang yang justru ditembak menggunakan meriam milik Kompeni Belanda sendiri. Mereka pun dipaksa mundur ke Malaka jika ingin selamat.

Halaman
12

Berita Terkini