DISKOMINFO NATUNA

Cegah Pernikahan Dini,DP3AP2KB Natuna Gencar Edukasi, Tekankan Pentingnya Peran Keluarga pada Anak

Upaya mencegah meningkatnya pernikahan dini terus digencarkan Pemerintah Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

TribunBatam/Birri Fikrudin
PERNIKAHAN DINI DI NATUNA - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Natuna, Sri Riawati, bicara soal pencegahan pernikahan dini. Foto diambil di ruang kerjanya baru-baru ini. 

TRIBUNBATAM.id, NATUNA - Upaya mencegah meningkatnya pernikahan dini terus digencarkan Pemerintah Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). 

Fenomena pernikahan usia anak dinilai berisiko tinggi karena dapat menghambat tumbuh kembang anak secara optimal.

Selain itu, pernikahan dini juga salah satu faktor pemicu terjadinya stunting pada anak. 

Dengan begitu, kini hal itu menjadi perhatian serius Pemkab Natuna melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB).

Kepala DP3AP2KB Natuna, Sri Riawati mengingatkan orang tua agar tidak lengah dalam mengawasi perkembangan anak. 

Menurutnya, keluarga memegang peranan penting dalam membentuk pola pikir anak, terutama terkait isu pernikahan usia dini.

“Mereka ketemu setiap hari, interaksi setiap hari, dan biasanya informasi yang mereka peroleh itu awalnya dari keluarga,” ujar Sri kepada tribunbatam.id Minggu (16/11/2025). 

Ia menjelaskan, bahwa keputusan menikah di usia dini tidak sepenuhnya datang dari pilihan anak sendiri, melainkan dipengaruhi berbagai faktor, termasuk kurangnya perhatian dari keluarga.

“Sering kali keputusan menikah itu bukan murni keinginan anak, tapi karena banyak faktor seperti kurang perhatian dan pengawasan orang tua” tambahnya. 

Sri menekankan bahwa pengasuhan yang tepat sangat penting untuk memberikan dukungan jangka panjang bagi anak. 

Selain itu, tingkat pendidikan dan kondisi ekonomi keluarga turut berpengaruh terhadap risiko terjadinya pernikahan dini.

“Kalau ekonomi keluarga kurang, pendidikan orang tua rendah, itu biasanya menurun ke anak. Makanya kami selalu hadir memberikan edukasi kepada keluarga dan anak,” tegas Sri.

Menurutnya, edukasi mengenai pendidikan, agama, dan pemahaman seks sejak dini harus diberikan secara tepat, khususnya bagi remaja usia 10 hingga 18 tahun.

Sri menuturkan bahwa terdapat tiga hal yang selalu ia tekankan kepada remaja, yakni mulai dari menghindari pernikahan dini, menjauhi pergaulan bebas, dan tidak terlibat dalam penggunaan nafza, mulai dari narkotika, rokok, hingga zat adiktif lainnya. 

“Usia anak adalah masa untuk tumbuh optimal. Jangan sampai pernikahan dini merampas hak mereka, karena risikonya tinggi. Secara mental belum siap, kesehatan reproduksi belum siap, hingga rawan stunting dan kanker rahim,” jelasnya.

Sumber: Tribun Batam
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved