Penganiayaan ART di Batam

Konselor Ungkap Kondisi Intan, ART Korban Penganiayaan di Batam Kerap Menangis dan Mimpi Buruk

Pendamping psikologis Shelter St. Theresia, Pankrasia Nasrani Halawa, S.Psi, mengungkapkan kondisi terkini Intan, ART korban penganiayaan di Batam.

Penulis: Ucik Suwaibah | Editor: Septyan Mulia Rohman
TribunBatam.id/Ucik Suwaibah
SIDANG PENGANIAYAAN ARTI DI BATAM - Pendamping psikologis Shelter St. Theresia, Pankrasia Nasrani Halawa, S.Psi mendampingi Intan sebagai saksi korban dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (13/11/2025). Tampak Roslina, majikan Intan sekaligus terdakwa dalam perkara ini. 
Ringkasan Berita:
  • Pendamping psikologis Shelter St. Theresia, Pankrasia Nasrani Halawa, S.Psi mengungkap kondisi terkini Intan Tuwa Negu, asisten rumah tangga (ART) korban penganiayaan di Batam.
  • Intan dua kali hadir langsung dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Batam, salah satunya Kamis (13/11/2025).
  • Sebut trauma yang dialami Intan tidak mudah reda. 
  • Upaya pemulihan psikis Intan terus dilakukan.

 

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Pendamping psikologis Shelter St. Theresia, Pankrasia Nasrani Halawa, S.Psi, mengungkap kondisi Intan Tuwa Negu, asisten rumah tangga 9ARt0 korban penganiayaan di Batam.

Intan sebelumnya menghadiri sidang perkara penganiayaan ART di Batam di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (13/11/2025).

Dalam sidang lanjutan yang menghadirkan Roslina, majikan sekaligus terdakwa dalam perkara itu, Intan terlihat menangis bahkan menutup kedua telinganya.

Setidaknya sudah kali Intan hadir dalam sidang lanjutan penganiayaan ART di Batam itu.

Dalam dua kali persidangan yang ia jalani sebagai saksi korban, Intan harus duduk lebih dari dua jam di kursi saksi. 

 

Sidang kasus kekerasan Roslina
PENGANIAYAAN ART DI BATAM - Sidang lanjutan penganiayaan di Batam yang menghadirkan Intan sebagai saksi korban dan Roslina, majikan sekaligus terdakwa dalam perkara ini, Kamis (13/11/2025). (TribunBatam.id/Ucik Suwaibah)

 

Selama itu pula, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam beberapa kali menskors sidang karena kondisi psikologis Intan yang tiba-tiba kembali drop saat mengingat perlakuan para terdakwa penganiayaan ART di Batam itu.

Nasrani mengungkap jika trauma yang Intan alami tidak muda mereda meski pendampingan sudah dilakukan selama beberapa bulan.

"Berinteraksi dengan orang asing saat diajak melakukan kegiatan itu sangat pasif. Pergelangan tangannya sangat lemah," ungkap Nasrani.

Meski sudah 4 bulan dalam pendampingan di shelter St Theresia, Intan kerap merasa selalu salah karena sering dipersalahkan saat tinggal bersama para terdakwa. 

Sebagai informasi tambahan, selain Roslina, terdapat terdakwa lain bernama Merliati yang masih ada hubungan saudara dengan Intan. 

Nanas, biasa ia disapa mengungkap setelah sidang di PN Batam, Intan selalu bertanya kepadanya.

Baca juga: Roslina Tetap Mengelak Meski Jaksa Tunjukkan Video Kekerasannya ke ART Intan di Batam

"Dia selalu bilang, 'aku tadi salah atau enggak ya'," katanya.

Meski begitu, ia memastikan Intan sudah dipersiapkan secara matang sebelum menghadapi ruang sidang dan ingatan yang kembali muncul.

"Sebelum sidang, kami sudah mempersiapkan Intan ke Lembaga Psikologi Terapan Persona. Di sana Intan dilatih bagaimana meregulasi emosi, menstabilkan emosi ketika ingatan itu datang," tambah Nanas, sapaannya.

Ia menyebut ada banyak pemicu kecil yang bisa mengembalikan Intan pada situasi kekerasan.

"Teriakan itu salah satu pemicu. Di sidang kemarin saya berkali-kali meminta agar pengunjung tidak berteriak. Meski bukan pelaku, teriakan itu bisa menstimulus dia kembali," katanya.

Ia menuturkan ketika trauma muncul, respons Intan bisa bermacam-macam seperti menangis, berteriak atau diam seharian. 

Gangguan tidur disebut masih terus muncul.

Baca juga: Romo Paschal Kritisi Soal Pertanyaan Berulang Kepada ART Korban Penganiayaan Saat Sidang

Intan sering mengalami mimpi buruk hingga terbangun dengan keringat bercucuran.

"Kadang dia menangis atau berteriak saat tidur. Itu tanda kecemasan. Dari psikolog memang dijelaskan ia mengalami gangguan tidur," ungkapnya.

Untuk mengurangi perasaan cemas itu, di shelter tim pendamping memberikan teknik stabilisasi emosi.

Seperti latihan pernapasan, meditasi hingga kegiatan rekreasi kecil.

"Kami berikan teknik pernapasan tertentu atau aktivitas lain agar perasaan cemas, takut bisa turun," kata Nanas.

Pada awal dibawa dari rumah Roslina, Intan sempat mendapat obat antidepresan dan pernah didiagnoda gejala halusinasi. 

Namun kini kondisinya jauh lebih baik dibandingkan bulan-bulan pertama.

Baca juga: Kesaksikan Intan ART Korban Kekerasan Majikan di Batam: Anjing Berantem Pun Saya yang Disalahkan

Bahkan komentar ringan bisa ia terjemahkan sebagai bentuk penghinaan.

"Satu bulan pertama itu misal ada yang bercanda ‘belum mandi ya’, dia langsung merasa dirinya kotor. Karena dia terbiasa menerima kalimat negatif,” katanya.

Saat pertama diasuh shelter, Nanas melakukan asesmen untuk memastikan apakah Intan pernah memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup.

"Dia bilang belum membahagiakan orang tuanya. Dia merasa masih ada orang baik. Mungkin pernah terpikir, tapi setelah dijemput, harapan hidupnya naik lagi," paparnya.

Dalam penuturannya, Intan juga menghindari siapa pun yang pernah berinteraksi dengan Roslina. 

Ketakutannya bukan pada hewan atau tempat tertentu, melainkan manusia.

Dari hasil psikologis, Intan dinyatakan mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dengan gejala seperti Ingatan berulang dan mimpi buruk.

Serta menghindari tempat dan orang yang terlibat dalam kasus, cara berpikir dan emosi yang berubah, nangis, emosi, marah, cemas.

Termasuk perubahan reaksi fisik dan emosional sepert sulit tidur, sulit konsentrasi, dan terkejut. (TribunBatam.id/Ucik Suwaibah)

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved