Omnibus Law Pangkas Hak Pekerja! UU Cipta Kerja Disahkan Tak Ada Lagi Libur 2 Hari dalam Sepekan
Omnibus Law UU Cipta Kerja dianggap memangkas sejumlah hak pekerja yang semula ada dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Hal itu lantaran jika diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia disebutnya jauh lebih kecil dari upah minimum di Vietnam.
• 8 Alasan Buruh Batam Tolak Omnibus Law Hingga Kembali Turun ke Jalan
UMSK ditegasksn harus tetap ada, di mana jalan tengahnya ialah penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja.
Jadi UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK, agar ada fairness.
Sedangkan perundingan nilai UMSK dilakukan oleh asosiasi jenis industri dengan serikat pekerja sektoral industri di tingkat nasional.
Di mana keputusan penetapan tersebut hanya berlaku di beberapa daerah saja dan jenis sektor industri tertentu saja sesuai kemampuan sektor industri tersebut.

"Jadi tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK," ujar Said Iqbal.
Kedua, Said Iqbal menambahkan buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan.
Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
Ketiga, mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dimana disebut Said Iqbal kontrak seumur hidup yang tidak ada batas waktu kontrak.
Buruh disebut Said menolak PKWT seumur hidup.
• NYARIS BENTROK, Massa Aksi Tolak Omnibus Law Didatangi Sekelompok Orang Bawa Kayu
Keempat, yaitu outsourcing di mana disebut Said Iqbal tanpa adanya batas jenis pekerjaan yang boleh di outsourcing.
Padahal sebelumnya, outsourcing dibatasi hanya untuk 5 jenis pekerjaan.
Menurut Said Iqbal, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup menjadi masalah serius bagi buruh.
"Sekarang saja jumlah karyawan kontrak dan outsourcing berkisar 70 persen sampai 80 persen dari total buruh yang bekerja di sektor formal.
Dengan disahkannya omnibus law, apakah mau dibikin 5 persen hingga 15 persen saja jumlah karyawan tetap?