Omnibus Law Pangkas Hak Pekerja! UU Cipta Kerja Disahkan Tak Ada Lagi Libur 2 Hari dalam Sepekan
Omnibus Law UU Cipta Kerja dianggap memangkas sejumlah hak pekerja yang semula ada dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pada dua ayat lainnya, disebutkan hak istirahat panjang berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja di perusahaan tertentu yang diatur dengan keputusan menteri.
• Demo Tolak Omnibus Law Serentak di 28 Provinsi, Ketua FSPMI Batam Ungkap Tanggal Aksi Hari Ini
RUU Cipta Kerja telah disahkan DPR menjadi undang-undang melalui Rapat Paripurna, Senin (5/10/2020).
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas, dalam pemaparannya di rapat paripurna menjelaskan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020. RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan 6 kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari," ujar Supratman.
"Bahkan masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," tutur dia.

Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.
Menurutnya, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.
• Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Kembali jadi Sorotan, Ajak Buruh Tolak Omnibus Law
"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi.
Untuk itu diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja.
UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," ujar Airlangga.
• Tolak Omnibus Law, Buruh di Batam Gelar Aksi di Tengah Covid-19, Ini Kata Kadinkes Kepri
Berikut 7 alasan buruh menolak RUU Cipta Kerja menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal:
Pertama, UMK bersyarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dihapus.
Said Iqbal menegaskan bahwa buruh menolak keras kesepakatan ini, lantaran UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada.
Di mana UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya.
Said Iqbal juga menjelaskan bahwa tidak benar jika UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya.