BERITA CHINA

China Kian Sangar Klaim Laut Natuna Utara, AS Hingga Jerman Kirim Armada Militer

Amerika Serikat hingga Jerman bersikap dengan langkah China yang semakin sangar mengklaim Laut Natuna Utara sebagai wilayah teritorial mereka.

Google Maps
China makin intens menggelar latihan perang di sekitar perairan Laut Natuna Utara/Laut China Selatan. Sikap Beijing ini membuat Amerika Serikat (AS) hingga Jerman bersikap dengan mengerahkan teknologi canggih hingga kapal perang militernya. Foto Laut Natuna Utara yang biasa dikenal dengan Laut China Selatan. 

TRIBUNBATAM.id - Sikap China yang mengklaim Laut Natuna Utara atau yang biasa dikenal sebagai Laut China Selatan semakin menjadi.

Armada militer negara yang kini dipimpin Presiden Xi Jinping makin intens menggelar latihan militer di sekitar wilayah laut yang menyita perhatian Internasional itu.

China sebelumnya mengklaim jika Laut Natuna Utara merupakan wilayah kedaulatannya.

Diplomat asal China bahkan berani mengirim surat resmi ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia untuk menghentikan aktivitas pengeboran migas di sana.

Klaim ini tumpang-tindih dengan klaim serupa dari Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam dan Taiwan.

China menolak putusan pengadilan internasional yang menyebut bahwa Beijing tak punya dasar hukum atas klaimnya.

Baca juga: Amerika Serikat Desak China Berhenti Buat Masalah di Indo-Pasifik

Baca juga: China Gusar, Minta Amerika Serikat dan Inggris Berhenti Ganggu Urusan Negaranya

Sikap China ini jelas saja menyulut dunia Internasional.

Salah satu yang paling bereaksi keras adalah Amerika Serikat (AS).

Soal latihan militer yang makin intens digelar oleh Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA), Amerika Serikat sebelumnya menyatakan sikap yang membuat China meradang.

Yang terbaru, 'Negeri Paman Sam' mengirimkann pesawat mata-mata untuk mengintai aktivitas itu.

South China Morning Post memberitakan jika PLA sejak Rabu (15/12/2021) menggelar latihan perang di perairan timur dan selatan Pulau Hainan.

Mereka juga dilaporan menggelar latihan perang di Teluk Beibu, atau yang lebih dikenal dengan Teluk Tonkin di Vietnam.

Latihan perang itu merupakan kelanjutan dari latihan serupa di Laut China Selatan pekan lalu yang berlangsung selama beberapa hari.

Menurut PLA Daily, latihan perang oleh Armada Laut Selatan itu meliputi penembakan meriam, perburuan ranjau, operasi helikopter, dan misi penyelamatan.

Sehari sebelum latihan PLA, tentara Amerika Serikat (AS) mengirimkan pesawat mata-mata RC-135W di atas zona larangan masuk yang diklaim oleh otoritas keselamatan maritim China.

Hal itu diungkap oleh SCSPI, sebuah lembaga think tank yang memantau aktivitas militer di kawasan Laut China Selatan yang berbasis di Beijing.

Pada Selasa (14/12), pesawat mata-mata itu meninggalkan pangkalan AS di Okinawa dan terbang di dekat garis Pantai Guangdong dan Pulau Hainan dalam patroli yang dinilai ‘sangat cocok’ dengan lokasi latihan perang PLA yang direncanakan.

Baca juga: China Kerahkan Pesawat Pengebom di Laut Natuna Utara Hingga Sebar Ranjau Laut

Baca juga: China Meradang, Sejumlah Negara Ikut Amerika Serikat Boikot Olimpiade Beijing 2022

Menurut seorang sumber militer yang dekat dengan PLA, latihan perang China seharusnya digelar sebelumnya.

Namun, latihan itu ditunda karena pandemi covid-19 dan kerapnya kunjungan pesawat dan kapal perang AS ke kawasan itu.

Armada Laut Selatan PLA berbasis di Provinsi Guangdong di selatan China. Para personelnya, ungkap sumber itu, sempat terjebak karantina dan pembatasan pandemi lainnya saat wabah Corona melanda.

Menurut data yang dikumpulkan oleh SCSPI pada November seperti dikutip Kompas.tv, sejumlah pesawat mata-mata AS tercatat melakukan 94 serangan mendadak di Laut China Selatan dekat pesisir China.

Tidak hanya Amerika Serikat (AS), armada militer Jerman dilaporkan melintas Laut Natuna Utara/Laut China Selatan pada Rabu (15/12/2021) atau pada hari yang sama.

Kapal perang Jerman berjenis Fregat Bayern diketahui merupakan kapal perang pertama milik Jerman yang melintasi Laut Cina Selatan sejak 2002, perairan yang dilalui 40 persen kapal-kapal dagang Eropa.

Melansir The Straits Times, langkah ini adalah bentuk dukungan Jerman pada Amerika Serikat dan sekutu untuk membatasi ambisi China memperluas teritorial perairan mereka.

Perlu diketahui, China mengeklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan sebagai miliknya dan membangun pos-pos militer di pulau-pulau buatan di perairan yang kaya sumber daya alam. Ini bertentangan dengan keputusan pengadilan internasional.

Juru bicara kementerian pertahanan Jerman mengatakan, kapal angkatan laut Jerman itu telah memulai transit melalui Laut Cina Selatan dan menuju ke Singapura.

Para pejabat di Berlin menyebut, angkatan laut Jerman akan tetap berpegang pada rute perdagangan umum.

Fregat itu juga nampaknya tidak akan berlayar melalui Selat Taiwan, aktivitas rutin marinir AS yang sering dikecam oleh China.

Baca juga: China Peringatkan AS Soal Boikot Olimpiade Beijing 2022, Siap Ambil Tindakan Tegas

Baca juga: Cadangan Migas Laut Natuna Utara yang Diklaim China, Singapura Sempat Dibuat Pusing

Dengan kehadiran Jerman, semakin banyak negara yang memperluas aktivitas mereka di sekitar Sumadera Pasifik untuk menentang China, seperti Amerika, Inggris, Prancis, Jepang, Australia, dan Selandia Baru.

Di sisi lain, keberadaan kapal-kapal perang asing di sekitar perairan negara-negara ASEAN juga telah lama menjadi kekhawatiran pakar keamanan dan militer Connie Rahakundini Bakrie.

“Kita betul-betul harus hati-hati karena yang akan dilihat lebih banyak lagi kapal-kapal perang, pasti itu,” kata Connie kepada Kompas TV pada Sabtu (18/9/2021) malam seperti diberitakan Kompas.tv.

Connie menyebut AS dan sekutu berambisi ingin dapat melintas bebas di tengah wilayah perairan Indonesia.

“Kita mesti tahu, ketika Amerika dan negara sekutunya bersatu, maka dia akan menuntut freedom of navigation dari timur ke barat. Itu artinya, bisa saja mereka mau melintas masuk Laut Jawa,” ungkap Connie.

Dengan banyak kepentingan di perairan ASEAN, Connie menilai Indonesia sulit mengimbangi AS dan sekutunya, juga China.

“Ini menurut saya tidak berimbang. Ini kawasan kita. Bagaimana peran ASEAN agar kawasan ini tetap milik kita,” kata Connie.

Sebab itu, ia mempertanyakan komitmen negara untuk memperkuat TNI AL dalam melindungi ancaman dari luar.

“Bagaimana persiapan negara? Bagaimana TNI Angkatan Laut dipersiapkan dengan dukungan kekuatan udara untuk melindungi kedaulatan kita, kehormatan kita sebagai negara berdaulat,” ujar Connie.

"Kita akan segera berhadapan dengan perang yang berhubungan laut,” imbuhnya.

SIKAP Indonesia?

Lalu bagaimana sikap Indonesia terhadap sikap China dan Amerika Serikat yang semakin memanas ini?

Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan menegaskan Indonesia merupakan negara penyeimbang antar dua kekuatan global, China dan Amerika Serikat.

Baca juga: BUMN China Indonesia Bangun Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung di Tengah Risiko Utang

Baca juga: China Punya Jebakan Utang Bikin Inggris Waspada, Indonesia Bagaimana?

Mantan Menkopolhukam ini juga menyatakan Indonesia tidak berpihak kepada satu kekuatan manapun, baik China maupun AS.

Menurutnya meski kerja sama Indonesia dengan kedua negara tersebut dapat saling menguntungkan, namun posisi Indonesia tetap berada sebagai penyeimbang tanpa berpihak kepada satu kekuatan manapun.

Termasuk soal konflik AS dan China di Laut China Selatan. Indonesia menyebutnya kawasan tersebut sebagai Laut Natuna Utara.

Hal tersebut jugalah yang diutarakan Luhut saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken.

"Kalian ribut soal laut China Selatan, kami tidak ada masalah, tidak ada persoalan di situ. Tapi sepanjang menyangkut teritorial, integrity Indonesia, kita tidak pernah diskusi pada siapapun. Jadi firm (tegas) posisi kita," ujar Luhut dalam Webinar Arah Bisnis 2022 seperti diberitakan Kompas.tv, Rabu (15/12/2021).

Lebih lanjut Luhut juga menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara besar, negara kaya dan tidak perlu berpihak kepada satu kekuatan.

Pesan tersebut juga disampaikan saat kunjungannya ke China bertemu Menlu China Wang Yi, saat Luhut mengunjungi Provinsi Zhejiang, China pada 5 Desember 2021.

"Jadi posisi Indonesia sebagai penyeimbang yang kuat. Dan kita bisa mengambil, saya kira, keuntungan untuk ramai-ramai dalam hal ini," ujar Luhut.

Baca juga: Perusahaan China hingga Amerika Serikat Sahamnya Rontok Imbas Covid-19 Varian Omicron

Baca juga: China Bahkan Amerika Serikat Mengaku Rugi!, Ini Daftar Negara Merana Gegara Kereta Cepat

Luhut menambahkan dalam pertemuannya dengan Menlu Blinken, ia pun mengatakan Indonesia sudah berubah dari 15-20 tahun yang lalu.

Menurutnya salah besar jika AS tidak memandang Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki posisi penting.

"Saya katakan ke Antony, 'Kalian lupa Indonesia, tidak dihitung Indonesia. Saya pikir tidak bisa, tapi kalau kalian tidak mau hitung (Indonesia) tidak apa-apa. Kami bisa bertahan juga kok'. Jadi seperti itu pesan yang saya sampaikan ke mereka bahwa inilah Indonesia. Beda dengan Indonesia dengan 15-20 tahun yang lalu," ujarnya.(TribunBatam.id) (Kompas.tv/Vyara Lestari/Ahmad Zuhad/Johannes Mangihot)

Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google

Berita Tentang China

Sumber: Kompas.tv

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved