BERITA KRIMINAL
Sidang Dugaan Korupsi BOS SMKN 1 Batam, Hakim Tolak Eksepsi Kuasa Hukum Terdakwa
Dalam sidang dugaan korupsi dana BOS SMKN 1 Batam, Majelis Hakim PN Tanjungpinang memerintahkan JPU melanjutkan pemeriksaan.
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Sidang dugaan korupsi dana BOS SMKN 1 Batam terus bergulir di PN Tanjungpinang.
Dalam sidang dugaan korupsi dana BOS SMKN 1 Batam pada Kamis (8/12/2022), majelis hakim PN Tanjungpinang menolak nota keberatan atau eksepsi penasihat hukum terdakwa Lea Lindrawijaya Suroso.
Lea Lindrawijaya Suroso, eks Kepala Sekolah SMKN 1 Batam menjadi terdakwa yang hadir secara daring dalam sidang dugaan korupsi dana BOS SMKN 1 Batam itu.
Selain Lea Lindrawijaya Suroso, Wiswirya Deni juga mengikuti sidang dugaan korupsi dana BOS SMKN 1 Batam secara daring dari Rumah Tahanan Tindak Pidana Korupsi atau Rutan Tipikor Tanjungpinang.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Batam, Riki Saputra, menuturkan bahwa majelis hakim menolak eksepsi dari penasehat hukum terdakwa.
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi Dana BOS SMKN 1 Batam, Hakim Diminta Tolak Eksepsi Lea Lindrawijaya
Dalam amar putusannya, kata Riki, majelis hakim juga menyatakan bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sah menurut hukum.
"Majelis hakim juga memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan," kata Riki saat dihubungi TribunBatam.id.
Ia mengungkap jika sidang dugaan korupsi dana BOS SMKN 1 Batam rencananya akan dilaksanakan pada 15 Desember 2022 dengan agenda pemeriksaan sejumlah saksi.
Saat ini, Riki membeberkan bahwa pihaknya tengah menyusun rencana pemanggilan saksi untuk agenda selanjutnya.
"Nanti kami sampaikan siapa-siapa saja yang bakal dihadirkan," pungkasnya.
Baca juga: Sidang Korupsi Dana BOS SMKN 1 Batam, Kuasa Hukum Sebut Dakwaan JPU Tak Jelas
Sebelum sidang, penasihat hukum terdakwa Lea Lindrawijaya Suroso menuding bahwa JPU telah melanggar KUH Pidana dalam menyusun surat dakwaan.
Selain itu, penasehat hukum terdakwa juga menyebut jika dakwaan terhadap kliennya tidak jelas dan kabur.
PERMINTAAN Pengacara Terdakwa
Penasihat hukum terdakwa Lea Lindrawijaya Suroso dan Wiswirya Deni dalam kasus dugaan korupsi dana BOS SMKN 1 Batam sebelumnya menyampaikan tujuh poin keberatan terhadap surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pengacara kedua terdakwa, yakni Bobson Samsir Simbolon dan rekan dari Lawfirm Bellator Advocate menyampaikan poin keberatan itu dalam sidang baru-baru ini di Pengadilan Negeri Tanjungpinang.
Pada intinya, pengacara kedua terdakwa dalam kasus dugaan korupsi dana BOS SMKN 1 Batam meminta majelis hakim menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum.
Baca juga: Pengacara Eks Kepala SMKN 1 Batam Kecewa, Sidang Dakwaan Dimulai Tanpa Kehadiran Tim
Dalam eksepsi itu, pengacara singgung terkait terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hukum (PH) dalam pemeriksaan sebagai tersangka pada 17 Oktober 2022.
Bobson menjelaskan, berdasarkan ketentuan Pasal 54 KUHAP, maka terdakwa berhak untuk didampingi oleh PH pada saat pemeriksaan sebagai tersangka.
Ia menerangkan, tersangka dilakukan pemeriksaan pada 17 Oktober 2022, sebelum diberikan kesempatan untuk menunjuk kuasa hukum.
"Dari BAP yang kita terima bahwa surat kuasa khusus sebagai bukti penunjukan Penasehat Hukum baru ditanda tangani pada 18 Okteber 2022. Artinya terdakwa lebih dahulu diperiksa sebagai tersangka, barulah kemudian terdakwa menunjuk penasehat hukumnya," kata Bobson.
Penuntut umum mengakui bahwa terdakwa menunjuk penasehat hukumnya sesuai dengan Surat Kuasa Khusus tanggal 18 Oktober 2022. Tetapi Penuntut Umum mengatakan bahwa terdakwa didampingi oleh Penasehat Hukum pada saat pemeriksaan sebagai tersangka.
Baca juga: Eks Kepala SMKN 1 Batam Jalani Sidang Perdana Kasus Korupsi Dana BOS Via Daring
Seharusnya menurut Bobson, sesuai dengan Pasal 54 j.o Pasal 55 KUHAP, tersangka harus didampingi kuasa hukum dalam menjalani pemeriksaan.
Bobson juga mengatakan dalam penaganan kasus tersebut, penuntut umum tidak tunduk dan tidak mematuhi ketentuan KUHAP.
Penasehat hukum juga menilai dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum muncul dari proses penyidikan yang merampas dan menghilangkan hak terdakwa yang diatur didalam Pasal 54 j.o Pasal 55 KUHAP, dan itikad buruk untuk sengaja melanggar dan tidak mematuhi Pasal 75 ayat (3) KUHAP.
Kedua, Penuntut Umum dinilai tidak cermat dalam memyusun dakwaan. Dimana pengetikan nama pejabat penandatangan surat perintah penunjukan jaksa penuntut umum (P-16A).
Bahwa dikeluarkannya Surat Perintah Penunjukan Penuntut Umum (P-16A) adalah untuk menugaskan seorang atau beberapa orang Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan penuntutan yang diatur didalam Pasal 140 ayat (1) j.o Pasal 143 ayat (1) KUHAP.
Baca juga: Daftar Kebijakan SMKN 1 Batam Untuk Memajukan Sekolah
Sebagai satu dokumen atau akta yang sudah diterbitkan dan memiliki kekuatan hukum, maka P-16A Nomor : PRINT-3433/L.10.11/Ft.1/10/2022 tanggal 27 Oktober 2022 yang ditandatangani oleh HERLINA YOSEPHA, S.H, M.H, telah digunakan oleh Penuntut Umum sebagai dasar dan legalitasnya dalam melaksanakan Tahap-II berkas perkara pada tanggal 27 Oktober 2022 bertempat di kantor Kepolisian Sektor Batu Ampar.
Kemudian, masih dihari yang sama setelah selesai dilaksanakannya Tahap-II oleh Penuntut Umum, diterbitkan lagi P-16A dengan nomor dan tanggal yang sama dengan P-16A sebelumnya yaitu Nomor : PRINT-3433/L.10.11/Ft.1/10/2022 tanggal 27 Oktober 2022, tetapi ditandatangani oleh HERLINA SETYORINI, S.H, M.H.
Dengan demikian, dakwaan yang diajukan dalam perkara aquo adalah diajukan berdasarkan 2 (dua) Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum (P-16A) dengan nomor, isi dan tanggal yang sama, tetapi ditandatangani oleh Pejabat yang berbeda.
Ketiga tentang tempus delictie dalam surat dakwaan. Di dalam dakwaan, Penuntut Umum menyebutkan bahwa tempus delictie tindak pidana yang didakwakan adalah pada kurun waktu yang tidak diingat lagi dengan pasti antara tahun 2017 sampai dengan tahun 2019.
Baca juga: Diduga Palsukan BAP, Kuasa Hukum Kepsek SMKN 1 Batam Bakal Laporkan Penyidik Kejari
"Artinya penuntut umum sendiri tidak mengetahui dengan pasti karena tidak dapat mengingat dengan pasti," kata Bobson.
Dengan begitu, ia menilai surat dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas dan tidak tepat, sehingga dakwaan haruslah dinyatakan batal demi hukum.
Ke empat tentang kesalahan pengetikan di dalam dakwaan. Ketentuan syarat materil dari dakwaan telah diatur secara tegas dan jelas di dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
Syarat materil tersebut sudah baku dan tidak mengatur adanya syarat pengecualian apapun, sehingga dakwaan harus disusun dengan cermat, jelas dan tepat telah menjadi keharusan (mutlak) dan tidak ada alasan pengecualian.
Selanjutnya tentang kepentingan pribadi, kekayaan pribadi dan diperoleh kerugian negara.
Baca juga: Kuasa Hukum Kepsek SMKN 1 Batam Ngaku Temukan Banyak Kejanggalan dalam BAP
Dalam Dakwaan tidak disebutkan secara terperinci sifat dan bentuk dari kepentingan dan kekayaan pribadi terdakwa yang diperoleh dari tindak pidana yang didakwakan.
Ke enam, bahwa berkas perkara aquo diterima oleh Penuntut Umum dari penyidik yaitu pada Kamis tanggal 27 Oktober 2022 sekira pukul 13.30 WIB bertempat di Kantor Kepolisian Sektor Batu Ampar.
Kemudian pada Jumat tanggal 28 Oktober 2022, Penuntut Umum melimpahkan berkas perkara a quo ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yakni Pengadilan Negeri Tanjung Pinang kelas 1A dengan menyertakan dakwaan tertanggal 27 Oktober 2022.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa antara menerima berkas perkara dari penyidik dengan menyusun surat dakwaan, dilakukan oleh Penuntut Umum pada saat yang bersamaan yaitu pada Kamis, 27 Oktober 2022.
Bobson menerangkan, dakwaan penuntut umum, tidak cermat, tidak jelas dan tidak tepat sehingga dakwaan menjadi kabur (Obscuur Libelum).
Hal tersebut sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor : 1303 K/Pid/1986 tanggal 30 Maret 1989.
Yang di dalam pertimbangannya, antara lain menyebutkan bahwa surat dakwaan harus dinyatakan batal demi hukum karena dakwaan jaksa kabur.(TribunBatam.id/Ichwan Nur Fadillah/Ian Sitanggang)