FEATURE

Kisah Pilu Ayah dan Anak di Bintan Tinggal di Gubuk Reyot, Tidur Berselimut Jas Hujan

Sriariyanto alias Heri (45) dan anaknya Adit (12), warga RT 02, RW 09, Kelurahan Sei Lekop, Bintan, tinggal di gubuk reyot, tidur berselimut jas hujan

Penulis: ronnye lodo laleng | Editor: Dewi Haryati
tribunbatam.id/Ronnye Lodo Laleng
Sriariyanto alias Heri (45) dan anaknya Adit (12), warga Bintan, sedang memegang jas hujan yang digunakan saat hujan turun di gubuk reyot, tempat mereka tinggal, Rabu (17/4/2024) 

BINTAN, TRIBUNBATAM.id - Nasib pilu dialami seorang ayah dengan anak laki-lakinya di Kabupaten Bintan, Kepri.

Kehidupan mereka jauh dari kata layak. Itu dilihat dari tempat hunian mereka hingga jarak tempuh yang jauh dari keramaian.

Keduanya terpaksa tinggal di sebuah gubuk reyot. Gubuk itu berdekatan dengan hutan.

Mereka adalah Sriariyanto alias Heri (45) dan anaknya Adit (12), warga RT 02, RW 09, Kelurahan Sei Lekop, Bintan.

Baca juga: Nasib Sunandar, Mantan Aktor Petualangan Sherina Kini Tinggal Sendirian di Gubuk

Heri dan anaknya sudah lama tinggal di bangunan bekas tempat tinggal orang tuanya yang rusak. Bangunan itu kini berumur 24 tahun.

Gubuk tersebut terletak di tengah pohon-pohon tinggi dekat hutan dan cukup jauh dari pemukiman warga lainnya.

Bangunan rumah orang tua Heri yang semula berukuran 10×5 meter itu, terbuat dari semen dan kayu dengan penutup seng yang sudah usang di keempat sisinya.

Sebagian besarnya rusak. Hanya tinggal sekitar ukuran 3x3 meter dari bangunan rumah saja yang masih tersisa.

Itupun sudah tak layak huni. Entah masih bisa disebut rumah atau tidak.

Sriariyanto alias Heri (45) dan anaknya Adit (12), warga Bintan, tidur berselimut jas hujan di gubuk reyot, tempat mereka tinggal, Rabu (17/4/2024)
Sriariyanto alias Heri (45) dan anaknya Adit (12), warga Bintan, tidur berselimut jas hujan di gubuk reyot, tempat mereka tinggal, Rabu (17/4/2024) (tribunbatam.id/Ronnye Lodo Laleng)


Tempat tinggal keduanya juga ditumbuhi semak belukar. Sedangkan dinding rumah dipenuhi lumut tebal.

Tempat tinggal mereka jauh dari kata standar kehidupan manusia yang layak.

Angin yang bertiup setiap hari langsung menerpa mereka tanpa ampun, baik siang, sore maupun malam.

Satu-satunya perlindungan dari matahari dan hujan hanyalah sisa seng berkarat yang sudah sangat rusak.

Seng-seng yang tak utuh lagi itu tidak mampu menahan air hujan.

Air terus menembus seng rusak itu lalu mengenai badan keduanya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved