NATUNA TERKINI
Nasib Natuna Daerah Terdepan Kepri, Harga Cabai Rawit Sampai Sayur Naik Jelang Akhir Tahun
Harga cabai rawit hingga sayur di Natuna daerah terdepan Kepri naik jelang akhir tahun 2021.
NATUNA, TRIBUNBATAM.id - Harga cabai di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri naik menjelang akhir tahun 2021.
Harganya bahkan menembus Rp 100 ribu per kilogramnya.
Kondisi ini terlihat di pasar tradisional Ranai, Kecamatan Bunguran Timur.
Harga cabai rawit di sana sebelumnya dijual Rp 75 ribu per kilogramnya.
Sedangkan untuk cabai merah kering dijual dengan harga Rp 45 ribu perkilogrmnya, sebelumnya Rp 40 ribu perkilogram.
Tidak hanya cabai rawit, harga sayur di kabupaten terdepan Kepri ini juga terpantau naik jelang akhir tahun 2021.
Baca juga: Dampak Cuaca Ekstrem, Kapal Angkut Ikan Natuna Tenggelam Dihantam Gelombang
Baca juga: HARGA Cabai Rawit di Batam Rp 70.000 dan Cabai Setan Rp 85.000 Sekilo
Seperti sawi, sebelumnya sawi dijual 3 ikat Rp 5 ribu, dan sekarang untuk 3 ikat dibanderol dengan harga Rp 10 ribu.
Seorang pedagang di pasar tradisional itu, Yanto mengatakan, jika kenaikan harga untuk komoditi cabai rawit diakibatkan kurangnya pemasok.
Menurutnya, dengan kurangnya stok dan meningkatkan kebutuhan maka berlaku prinsip ekonomi.
"Sekarang ini banyak petani cabai rawit yang mengalami gagal panen bang, seperti di Batubi. Di sana banyak yang gagal panen, begitupun dengan petani sayur," ujarnya.
Sementara itu, Riska salah satu pembeli mengeluhkan harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi itu.
"Iya bang, harganya mahal sekali untuk cabai rawit. Kan sebentar lagi tahun baru, tentu kita butuh banyak kebutuhan pokok seperti itu. Kami berharap agar harga ini tidak berlangsung hingga pergantian tahun," harapnya.
NASIB Natuna Kabupaten Terdepan Kepri
Kabupaten Natuna sebagai daerah terdepan di Provinsi Kepri membutuhkan perhatian.
Sebut saja upaya mereka untuk menambah ruang kelas guna mendukung kegiatan belajar mengajar tak bisa direalisasikan pada tahun 2022.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadinkes) Natuna, Suherman mengungkap faktor sulitnya menambah ruang belajar pada tahun depan itu.
Selain plafon anggaran untuk pendidikan pada tahun 2022 terbilang kecil, persoalan lahan yang belum tersedia menurutnya menjadi kendala dalam merealisasikan penambahan ruang belajar pada sejumlah sekolah itu.
Baca juga: DPRD Natuna Bongkar Dapur Dinas Pendidikan, Rencana Bangun Kelas Masih Wacana
Baca juga: Dinas Pertanian Lingga Panen Cabai Rawit Lagi, Terapkan Metode Demplot
"Sepertinya tahun depan tidak ada penambahan karena kapasitas anggaran tak bisa nyampai situ. Inilah sebab kami tidak mengusulkan penambahan ruang belajar. Meskipun pada dasarnya kami perlu banyak tambahan ruang belajar. Saya kurang hapal jumlah ruang belajar yang diperlukan, tapi yang jelas masih banyak yang diperlukan," ungkap Suherman.
Ia juga mengaku belum bisa memastikan angka pasti anggaran dana pendidikan di tahun depan.
Ini karena pihaknya belum menerima Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) APBD tahun 2022.
"Paling kalau APBD-nya Rp 1 triliun, untuk pendidikan sekitar Rp 200 miliar karena sesuai undang-undang itu anggaran pendidikan harus 20 persen dari total anggaran," sebutnya.
Menurut Suherman, anggaran yang diperkirakan sekitar Rp 200 miliar itu tidak cukup untuk melaksanakan belanja kegiatan yang berskala besar apalagi kegiatan itu memerlukan pembebasan lahan.
"Jadi yang segitu itu paling untuk belanja wajib dan rutin saja sudah berapa. Kalau pun ada kegiatan fisik, paling yang bersifat renovasi dan rehabilitasi saja, lebih dari itu anggarannya tak cukup. Tapi kita coba aja lihat nanti DPA, kami belum menerima itu," pungkasnya.
Tidak hanya soal penambahan ruang belajar yang tidak memungkinkan pada 2022.
Kabupaten Natuna yang berada di ujung utara Indonesia dan termasuk daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T) menjadi salah satu titik pembangunan Base Transceiver Station atau BTS oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI melaui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI).
Fasilitas telekomunikasi di Natuna terus berkembang secara bertahap.
Perkembangan yang cukup signifikan dimulai sejak tahun 2012 silam.
Sampai saat ini peningkatan kapasitas telekomunikasi di Natuna masih berjalan secara dinamis.
Baca juga: Malangnya Nasib Bocah 2 Tahun, Hidup untuk Disiksa Ibu Kandung, Dibanting Dicekoki Cabai Rawit
Baca juga: Panen Perdana, Kelompok Tani Desa Sungai Buluh Lingga Antusias Petik Cabai Rawit
Hal tersebut disampaikan oleh Kasi Insfrastruktur, Telekomunikasi dan Persandian Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Natuna, Nawari.
Ia menjelaskan, pembangunan Tower atau BTS milik pemerintah pusat di daerah perbatasan ini sudah dimulai secara bertahap sejak 2012, 2017, 2019 dan 2021.
"BTS milik pemerintah yang dibangun di Natuna hingga tahun 2021 total ada sebanyak 40 unit, 1 unit sudah merah putih (diambil alih oleh reguler atau swasta), 1 unit sudah tidak beroperasi dan sudah dirobohkan, dan jumlah total ini sudah termasuk 19 unit BTS (17 BTS, 1 PoI dan 1 Repeater) yang dibangun di tahun 2021 ini," kata Nawari kepada TribunBatam.id, melalui sambungan telepon, Kamis (23/12/2021).
Nawari juga menjelaskan bahwa, pembangun BTS untuk mendukung sinyal telekomunikasi di Natuna tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, namun juga dilakukan oleh pihak swasta.
"Kalau BTS yang dibangun oleh pihak swasta juga ada dan sudah banyak. Sebelum tahun 2021 sudah ada 74 unit Tower atau BTS, dan di tahun 2021 ini sudah ada 6 unit baru lagi (yang sudah on air) ditambah 4 unit (on progres) serta 8 unit (yang sudah on air) dari berbagai operator berbeda. Gambaran total untuk BTS swasta yang dibangun di Natuna ada sekitar 92 unit,” jelasnya.
Dengan demikian, secara keseluruhan hingga tahun 2021 jumlah BTS di wilayah Kabupaten Natuna terdapat sebanyak 132 unit dan tersebar di sejumlah pulau.
BTS ini terdiri dari 40 unit milik pemerintah (BAKTI Kemkominfo RI) dan 92 unit milik swasta (reguler).
Menurut Nawari, untuk mendukung akses jaringan telekomunikasi di Natuna, pemerintah daerah cenderung mengusulkan lewat BAKTI Kekominfo RI.
Di samping itu juga, pendekatan dan pengusulan secara tidak langsung tetap terus disampaikan lewat operator yang beroperasi di Natuna
"Jadi memang untuk pembangun BTS ini, kita hanya bisa mengusulkan, tidak bisa membangun secara langsung. Usulan Pemda Natuna yang sudah terealisasi sejak 2012 hingga saat ini sudah terdapat 40 unit BTS yang dibangun melauli BAKTI Kemkominfo RI," kata Nawari.
Kendati demikian, Nawari mengatakan hadirnya BTS milik pemerintah tersebut di Natuna dinilai masih kurang maksimal.
Baca juga: 9 Khasiat Biji Selasih untuk Kesehatan, Kecil-kecil Cabai Rawit
Baca juga: Daging Ayam Ras dan Cabai Rawit Dorong Kenaikan Inflasi di Batam, Ini Kata Kepala BPS
Ini karena BTS itu belum semuanya menggunakan jaringan Fiber Optik (FO) dan atau Microwave (Radio Link) sebagaimana konsep teknologi yang dipakai oleh BTS milik swasta (reguler), BTS BAKTI Kemkominfo RI masih menggunakan teknologi Vsat (satelit).
"Kalau menggunakan teknologi Vsat (satelit) tentu bandwidth nya tidak bisa besar dan jika diperbesar itu membutuhkan biaya besar.
Yang kedua jangkauan area layanan juga tidak terlalu luas karena menggunakan antenna omni bukan sectoral (seperti yang ada di BTS swasta).
Keluhan full trafik juga sering ditemukan di wilayah yang dilayani oleh BTS tersebut.
Sehingga masih banyak masyarakat yang tidak puas dengan BTS yang dibangun oleh pemerintah pusat ini.
Tentunya kita berharap agar ke depan semua Tower atau BTS yang ada di daerah perbatasan ini dapat ditingkatkan oleh Pihak BAKTI Kemkominfo RI, menggunakan teknologi microwave (Radio Link) bahkan jika memang memungkinkan bisa juga dengan fiber optic (FO) dari Palapa Ring Barat (PRB) yang sudah ada di Pulau Bunguran ini," tutupnya.(TribunBatam.id/Muhammad Ilham)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang Natuna