Feature
Dari Jualan Rujak, Warga Tanjungpinang Ini Antarkan Dua Anaknya Kuliah hingga Jadi Sarjana
Sejak tahun 1981, Ngisom berjualan rujak di Tanjungpinang. Dari usaha itu pula, ia mampu kuliahkan dua anaknya hingga jadi sarjana
Penulis: Yuki Vegoeista | Editor: Dewi Haryati
TANJUNGPINANG, TRIBUNBATAM.id - Di sudut Jalan Suka Berenang, tepat di depan Supermarket Bintan 21, Tanjungpinang, berdiri sebuah lapak rujak sederhana yang telah bertahan lebih dari empat dekade.
Di balik kesederhanaan lapak itu, tersimpan kisah luar biasa tentang perjuangan seorang ayah yang tak kenal lelah meracik bumbu dan mengupas buah demi menyekolahkan kedua anaknya hingga lulus kuliah.
Nama pria itu Ngisom. Sejak tahun 1981, ia berjualan rujak setelah diajak kakaknya merantau dari Klaten, Jawa Tengah, ke Tanjungpinang.
Berbekal ketekunan dan semangat yang tak pernah padam, ia melayani pelanggan dari siang hingga sore.
Baca juga: Kisah Bripka Zulhamsyah, Dibesarkan di Kaki Lima, Kini Tebar Kebaikan Lewat Razia Perut Lapar
Pria yang kini jadi warga Tanjungpinang itu mengandalkan buah-buahan segar seperti nanas, bengkoang, mangga, dan pepaya.
Rujak mie menjadi favorit banyak orang, hingga membuat lapaknya selalu ramai dikunjungi pelanggan dari berbagai generasi.
“Biasanya saya jualan dari habis Zuhur sampai pukul 6 sore. Kadang habis, kadang enggak, tapi tetap disyukuri,” ujar Ngisom tersenyum ramah, belum lama ini.
Penghasilannya yang tak menentu, tidak pernah mengurangi tekadnya untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya.
Baginya, pendidikan adalah kunci masa depan yang lebih baik. Berkat hasil berjualan rujak, ia berhasil menyekolahkan dua anaknya hingga selesai kuliah.
“Anak pertama kuliah di Politeknik Sungai Jang, sekarang sudah kerja dan punya anak dua. Yang kedua kuliah di Stisipol, alhamdulillah sudah selesai juga,” katanya dengan mata berbinar penuh kebanggaan.
Meski hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah, ia memahami pentingnya pendidikan sebagai bekal hidup.
Ngisom rela berpanas-panasan, berdiri berjam-jam di tepi jalan, demi memastikan anak-anaknya bisa mengejar mimpi mereka tanpa terbebani kesulitan ekonomi.
“Yang penting mereka bisa sekolah. Saya selalu bilang ke anak-anak, jangan pikirin kerjaan Bapak, yang penting belajar yang rajin,” ujarnya sambil merapikan buah-buahan yang tersisa di lapak.
Setiap hari, lapaknya menjadi tempat singgah para pelanggan setia. Ada yang sudah mengenalnya sejak kecil, bahkan kini datang membawa anak dan cucu mereka untuk mencicipi rujak racikan yang rasanya tak pernah berubah.
Ia pun bersyukur, meski usahanya sederhana, hasilnya bisa mengubah nasib keluarga.
“Dulu ada yang beli waktu masih TK, sekarang sudah punya anak dua, masih sering beli ke sini. Jadi kayak ikut lihat mereka tumbuh juga,” tuturnya dengan senyum hangat.
Baca juga: Kisah Hidup Pemulung di TPA Punggur Batam, Bertaruh Nyawa Mengais Rupiah dari Timbunan Sampah
Di Tengah Tren Kekinian, Griya Jamu Batam Rintisan Ayna Bertahan dengan Ramuan Tradisional |
![]() |
---|
Kampung Tua Bakau Serip, Nasib Si Sabuk Hijau di Ujung Nongsa yang Sunyi |
![]() |
---|
Cerita Petugas Damkar Bintan, Disambut Warga Bak Pahlawan Setelah Respons Cepat Kebakaran |
![]() |
---|
Sekolah di Anambas Raup Cuan dari Pisang Usai Sulap Lahan Kosong Jadi Kebun Produktif |
![]() |
---|
Sosok Idrus M Tahar, Sastrawan yang Kini Diabadikan Jadi Nama Perpustakaan Natuna |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.