KPK OTT GUBERNUR RIAU ABDUL WAHID

Kelakuan Gubernur Riau Abdul Wahid Usai Peras Anak Buahnya, KPK: Pergi ke Inggris Hingga Brazil

Beberapa negara disinggahi sang Gubernur dari hasil memeras anakbuahnya. Ia melakukan lawatan ke Inggris, Brazil hingga Malaysia

Editor: Eko Setiawan
Istimewa
KPK Tetapkan 3 Orang Jadi Tersangka, Gubernur Riau Abdul Wahid< epala Dinas PUPR Riau Muhammad Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Riau, Dani M Nursalam. 

Abdul Wahid diduga meminta 'jatah preman' sebesar 5 persen atau senilai Rp 7 miliar dari penambahan anggaran untuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan di Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau.

'Jatah preman' adalah istilah yang merujuk pada praktik pemerasan atau pungutan liar yang dilakukan oleh pihak tertentu—baik individu maupun kelompok—terhadap instansi, proyek, atau masyarakat, biasanya dengan dalih keamanan atau pengaruh.

Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

"KPK telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni AW selaku Gubernur Riau, MAS selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, dan DAN selaku Tenaga Ahli Gubernur," kata Tanak.

Kronologi Permintaan 'Jatah Preman'
Tanak memaparkan, kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang ditindaklanjuti oleh KPK. 

Pada Mei 2025, terjadi pertemuan antara Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau, Ferry Yunanda (FRY), dengan enam Kepala UPT Wilayah I-VI.

Pertemuan itu membahas kesanggupan pemberian fee sebesar 2,5 persen untuk Gubernur Abdul Wahid

Fee ini diminta atas penambahan anggaran 2025 untuk UPT Jalan dan Jembatan yang naik signifikan dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar, atau bertambah Rp 106 miliar.

Ferry Yunanda kemudian melaporkan hasil pertemuan ini kepada Kepala Dinas PUPR PKPP, M Arief Setiawan (MAS).

"Namun, MAS yang merepresentasikan AW, justru meminta fee sebesar 5 persen atau setara Rp 7 miliar," jelas Tanak.

Permintaan ini disertai ancaman. 

"Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah 'jatah preman'," ungkap Tanak.

Para Kepala UPT dan Sekretaris Dinas akhirnya menyepakati permintaan 5 persen tersebut dan melaporkannya kembali kepada M Arief Setiawan dengan menggunakan bahasa kode "7 batang".

Menurut KPK, dari kesepakatan Rp 7 miliar itu, telah terjadi tiga kali setoran dengan total Rp 4,05 miliar yang dikumpulkan antara Juni hingga November 2025.

1. Juni 2025 (Rp 1,6 Miliar): Ferry Yunanda bertindak sebagai "pengepul" dari para Kepala UPT. Atas perintah M Arief Setiawan, uang itu dialirkan Rp 1 miliar kepada Abdul Wahid (melalui Tenaga Ahli Dani M Nursalam) dan Rp 600 juta kepada kerabat Arief.

2. Agustus 2025 (Rp 1,2 Miliar): Ferry kembali mengepul uang. Kali ini, uang didistribusikan untuk driver Arief (Rp 300 juta), proposal kegiatan (Rp 375 juta), dan disimpan Ferry (Rp 300 juta).

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved